Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk segera menuntaskan penanganan perkara Tragedi Semanggi I & II.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan atau Penyelidikan, Choirul Anam menilai putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan keluarga korban kepada Jaksa Agung, menunjukkan komitmen yang minim dari pihak Kejaksaan Agung dalam penyelesaian tragedi tersebut.
Apalagi, kata Anam, Kejaksaan sendiri telah bersikap menepis putusan tersebut dan memilih untuk menempuh jalur hukum tandingan melalui banding.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menunjukkan minimnya komitmen Jaksa Agung. Oleh karenanya, Presiden yang harus memberikan perintah," ucap Anam saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (6/11).
Dia menjelaskan, dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat, seharusnya aparat dan pemerintah menggunakan aturan dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Sehingga, kata dia, tidak tepat apabila aparat itu sendiri mengomentari peristiwa tersebut hanya dari aspek sejarah politik yang berkembang.
Anam berharap, putusan PTUN itu dapat menjadi awal tindak lanjut upaya hukum dari penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Putusan ini hanya menandaskan lagi bahwa kasus itu pelanggaran berat HAM. Dan, mengisyaratkan diinformasikan yang benar," ucap Anam.
"Jaksa Agung saya harap yang bijak menyikapi ini, dan mari kita anggap sebagai refleksi atau proses jalannya penyelesaian pelanggaran berat," ujar Anam.
![]() |
Pernyataan Burhanuddin saat Raker dengan Komisi III DPR RI terkait kasus Tragedi Semanggi I dan II pada medio Januari lalu dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum oleh PTUN Jakarta, Rabu (4/11).
Burhanuddin, kala itu menyatakan peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat dengan mengacu kepada hasil Rapat Paripurna DPR.
Meski demikian, Kejagung sendiri berkilah dan menyatakan bahwa PTUN telah melanggar undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung Feri Wibisono menyatakan, hakim PTUN Jakarta telah mencampuradukkan sejumlah poin.
Salah satunya mengkualifikasikan surat terbuka yang dibuat penggugat ke presiden sebagai banding administrasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat 2 UU Administrasi Pemerintahan.
PTUN Jakarta, disebutkan telah mengabaikan alat bukti dari seorang ahli yang dengan jelas mengatakan bahwa surat terbuka penggugat ke presiden tidak dapat dikategorikan banding administrasi. Oleh sebab itu, Kejagung akan banding.
Terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan dua perkara tersebut masih dalam penyelidikan hingga saat ini.
Menurutnya, Komnas HAM selaku penyidik belum melengkapi berkas perkara sebagaimana petunjuk pihaknya. Walhasil, berkas perkara itu bolak-balik antar dua lembaga tersebut.
(mjo/pmg)