Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan belum bisa mengategorikan status kasus Tragedi Semanggi I dan II termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat atau tidak.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengatakan dua perkara tersebut masih dalam penyelidikan hingga saat ini.
Menurutnya, Komnas HAM selaku penyelidik belum melengkapi berkas perkara sebagaimana petunjuk pihaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum mempunyai syarat formil materil. Itu dikembalikan Komnas HAM selaku penyelidik untuk dilengkapi. Tetapi, selama ini Komnas HAM enggak mau, dia merasa yang disampaikan sudah cukup," kata Ali kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan pada Kamis (5/11).
Dia menerangkan, Tragedi Semanggi I dan II bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat kalau memenuhi unsur, atau bisa tidak dikategorikan pelanggaran HAM berat kalau tidak memenuhi unsurnya.
Namun, Ali menegaskan, Komnas HAM harus lebih dahulu memenuhi petunjuk Kejagung dalam proses penyelidikan agar Tragedi Semanggi I dan II bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat.
"Kalau tidak memenuhi unsur ya enggak, kalau memenuhi unsur ya iya. Makanya dalam rangka memenuhi unsur itulah diberi petunjuk supaya ini, ini itu dilakukan. Tapi selama ini Komnas HAM itu merasa sudah cukup, jadi bolak-balik," kata Ali.
"Kalau belum dipenuhi ya belum bisa," imbuhnya.
Ia pun menerangkan pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menyatakan bahwa Tragedi Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 lalu bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
Ali mengatakan, pernyataan dalam Rapat Kerja dengan DPR medio Januari 2020 itu disampaikan karena unsur pelanggaran HAM berat dalam penyelidikan dua kasus tersebut belum dipenuhi oleh Komnas HAM.
"Kan belum dipenuhi. Enggak tahu apa belum atau tidak mau karena dikembalikan lagi," ujarnya.
Diketahui, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pernah menyatakan bahwa Tragedi Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 lalu bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
Hal itu ia katakan berdasarkan hasil Rapat Paripurna DPR yang menyatakan dua kasus tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat. Namun, Buhanuddin tak menyebutkan kapan Rapat Paripurna DPR itu digelar.
"Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin saat menggelar rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (16/1).
Pernyataan itu kemudian digugat oleh keluarga korban ke PTUN Jakarta yang kemudian diputuskan bahwa Burhanuddin melakukan perbuatan melawan hukum.
![]() |
"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan," demikian di dalam amar putusan Majelis Hakim PTUN.
Selain itu, majelis hakim mewajibkan Jaksa Agung memberi pernyataan yang sebenarnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI. Majelis hakim juga menghukum Jaksa Agung untuk membayar biaya perkara sebesar Rp285 ribu.
"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan yang menyatakan sebaliknya," kata majelis hakim.
(mts/end)