Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan masih kerap menemukan pecahan 1.000 Dolar Singapura (S$) digunakan dalam transaksi kejahatan korupsi hingga narkoba di Indonesia.
Karena itu Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyampaikan apresiasi ketika ada kebijakan Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) yang menghentikan penerbitan pecahan uang tersebut pada 1 Januari 2021 mendatang.
Dian menuturkan, penggunaan pecahan S$1.000 dilakukan pelaku kejahatan untuk menghindari transaksi menggunakan skema transfer atau mekanisme pembayaran lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kolaborasi PPATK dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga kerap mengungkapkan praktik pembawaan uang tunai lintas batas dalam pecahan ini. Temuan ini menunjukkan bahwa uang pecahan 1.000 Dolar Singapura nyata digunakan secara masih dalam praktik kejahatan di negeri ini," kata Dian melalui keterangan resmi, Jumat (6/11).
Itu sebab menurut Dian, kebijakan penghentian penerbitan bakal menekan risiko terjadinya praktik pencucian uang, pendanaan terorisme, penyuapan, narkotika serta pelbagai kejahatan keuangan lain.
"Sudah tepat langkah yang diambil oleh Otoritas Moneter Singapura. Sudah sewajarnya transaksi komersial yang bernilai besar dijalankan melalui sistem pembayaran yang sudah semakin canggih dan memudahkan," kata Dian.
Dalam temuan lembaganya, disebutkan bahwa upaya menghindari metode transfer dilakukan lantaran transaksi ini dilakukan di bawah pengawasan otoritas pemerintah, seperti PPATK ataupun perbankan.
Adapun sejumlah kasus yang sejumlah temuan dalam pengungkapan perkara yang melibatkan pecahan 1.000 Dolar Singapura di antaranya dalam kasus yang menjerat mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini, eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan, bekas Gubernur Riau Annas Maamun.
Hal tersebut, kata Dini, tidak lepas dari besarnya nilai mata uang 1.000 Dolar Singapura, yang per lembarnya melebihi Rp10 juta.
(mjo/nma)