Pengalaman menjadi penderita Covid-19 belum lama ini meyakinkan Stevanus Grandy Budiawan dan untuk meningkatkan kehati-hatian dan terus berkonsultasi kepada dokter.
Hal itu dikemukakan oleh Stevanus setelah belum lama ini ia beserta keluarganya terkonfirmasi positif Covid-19. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional, Minggu (8/11), Stevanus menyebutkan bahwa menjadi penderita Covid-19 bukanlah pengalaman yang menyenangkan.
Selama menderita Covid-19, kendati termasuk bergejala ringan dan bisa sembuh dengan melakukan isolasi diri di rumah, Stevanus tidak pernah lupa berkonsultasi ke dokter apabila terjadi perubahan gejala pada dirinya dan anggota keluarganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengalaman tidak menyenangkan tersebut meyakinkan Stevanus bahwa prinsip kehati-hatian tidak boleh kendur. Meskipun kini telah sembuh, dia dan keluarga tetap menjalankan protokol kesehatan seperti sebelum mengalami Covid-19.
"Saya pakai satu prinsip yang dipakai dalam keluarga. Anggap orang lain yang berhadapan dengan kita, itu orang tanpa gejala [OTG]. Kita tidak tahu orang itu sakit atau tidak. Kalau mereka tidak pakai masker kita bilang, tolong dong pakai maskernya kalau ngobrol sama saya," jelasnya.
Dokter spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe membenarkan bahwa sekalipun dinyatakan sudah sembuh, seorang penyintas Covid-19 pun perlu untuk tetap berhati-hati. Apalagi, lanjutnya, telah ada laporan kasus terinfeksi kembali virus Covid-19.
Siapapun saat ini, baik yang pernah terpapar maupun belum pernah terpapar Covid-19 tetap harus mematuhi protokol 3M sebagai langkah untuk mencegah penularan. Protokol tersebut yakni #pakaimasker dengan benar, #jagajarak aman dan #cucitangan dengan sabun di bawah air mengalir.
Dia juga menyebutkan bahwa konsultasi kepada dokter dan petugas kesehatan tetap diperlukan, khusnya untuk menentukan apakah seorang pasien memang layak isolasi mandiri, isolasi terpusat, atau harus dirawat di rumah sakit.
"Setelah konsultasi ke dokter. baru minum obat-obatan. Jangan berinisiatif meminum obat-obatan sendiri apalagi yang sifatnya antibiotik, itu tidak boleh," saran Dirga.
Dirga menambahkan bahwa durasi proteksi antibodi virus Covid-19 masih dalam penelitian. Saat ini, proses pembuatan vaksin Covid-19 sedang masuk tahap uji klinik.
"Intinya saat ini kita tetap harus melakukan 3M, sekalipun kita pernah terinfeksi Covid-19." ujar Dirga.
Dirga mengakui bahwa vaksin adalah salah satu pencegahan terhadap infeksi yang efektif karena sifatnya mampu melindungi secara spesifik. Salah satu bukti kesuksesan vaksin adalah musnahnya penyakit smallpox (variola) serta penyakit campak dan polio.
Dahulu, sebanyak 1 dari 3 penderita smallpox meninggal dunia. Namun sejak tahun 1900-an, penyakit smallpox pun perlahan musnah. Dunia juga mampu mengeliminasi campak dan polio, termasuk di Indonesia, melalui vaksin sehingga sekarang terbebas dari polio. Inilah bukti nyata kesuksesan imunisasi dengan cakupan tinggi.
Proses pembuatan vaksin merupakan proses bioteknologi yang rumit. Pada awalnya peneliti atau pembuat vaksin menentukan bibit vaksin. Kedua, saat sudah mendapat kandidat vaksin yang tepat, kandidat vaksin ini diujikan kepada hewan untuk mengetahui keamanan dan efektivitasnya.
Ketika uji coba pada hewan terbukti aman dan efektif, maka kandidat vaksin itu diujicobakan pada manusia yang dikenal sebagai uji klinik fase I, II, dan III.
"Tujuan dari proses uji klinik ini adalah memastikan keamanan vaksin yang diuji, karena kalau kita bicara soal vaksin tidak ada tawar menawar tentang keamanan, itu mutlak. Kedua baru kita bicara tentang efektivitas," terangnya.
(ang/fjr)