Balada Demo Buruh: Dilarang Istri, Tapi Sayang Anak

CNN Indonesia
Rabu, 11 Nov 2020 07:45 WIB
Para buruh mengaku dikhawatirkan istri ikut aksi demo tolak Omnibus Law UU Ciptaker, takut dipecat perusahaan sehingga ekonomi rumah tangga makin sulit.
Para buruh mengaku dikhawatirkan istri ikut aksi demo tolak Omnibus Law UU Ciptaker, takut dipecat perusahaan sehingga ekonomi rumah tangga makin sulit. Foto: CNN Indonesia/ Thohirin
Jakarta, CNN Indonesia --

Raut muka Ridwan (bukan nama sebenarnya, 40) nampak lelah setelah mengikuti aksi demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja di sekitaran Monas, Jakarta Pusat, Selasa (10/11) siang.

Berteman setengah rokok terbakar di antara bibirnya, Ridwan sesekali menarik nafas dalam ketika diajak berbincang oleh CNNIndonesia.com berkaitan dengan dampak undang-undang kontroversial yang mereka tuntut dicabut tersebut.

"Mau gimana ya, memang susah, tercekik saya rasanya," kata Ridwan, buruh itu, membuka pembicaraan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ridwan adalah salah satu buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (LEM SPSI). Diakuinya, sebagai salah satu buruh di perusahaan elektronik, pendapatnya memang tidak besar, butuh kerja over time untuk dapat tambahan.

Tapi itu dulu, sebelum covid-19 dan undang-undang cipta kerja disahkan. Meski memang belum berlaku, tapi bagi Ridwan undang-undang itu cukup meresahkan.

"Anak saya ada empat, dua sekolah. Dua lagi harus makan cukup, istri di rumah ngedumel terus," keluh Ridwan.

Dua anak Ridwan dalam sebulan bisa menghabiskan dana hingga Rp4 juta untuk keperluan sekolah. Jika dihitung pendapatan Ridwan tanpa over time, pasti butuh gali lubang.

Pendapatannya sekitar Rp5,3 juta per bulan. Belum dipotong pajak dan potongan lain dari perusahaan. Di awal pandemi, dia bahkan harus merelakan beberapa aset pribadi untuk dijual demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Akhirnya istri ikut nyari uang. Jualan makanan," kata Ridwan.

Belum selesai persoalan pandemi, Ridwan dihadapkan kenyataan pemerintah dan DPR gotong royong menyengsarakan rakyat dengan mengeluarkan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan resmi disahkan pada 5 Oktober lalu.

Bagai petir di siang hari, Ridwan mengaku kalut. Dia sadar, tak ada keuntungan apapun yang dia dapat dengan disahkannya undang-undang itu. Bagi dia, alih-alih membantu, undang-undang ini malah semakin menjerumuskannya ke jurang kesusahan setelah digempur covid-19.

"Istri di rumah udah uring-uringan, tempat kerja makin bikin kita kesulitan. Rasanya mumet saya, mumet," kata dia.

Karena tak tahan, buruh asal Bekasi ini pun memutuskan bergabung dalam federasi serikat buruh untuk melakukan demonstrasi demi menyadarkan pemerintah agar segera y undang-undang yang kini resmi diberi nomor sebagai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 itu.

Jalan satu-satunya yang Ridwan pikir sebagai langkah perjuangannya bersama teman-teman buruh lain yang juga terhimpit tuntutan istri, tempat kerja dan kewajiban sebagai ayah dan suami.

"Sebagai suami dan ayah, saya harus bertanggung jawab sama istri secara materil. Memenuhi kebutuhan dia dan anak-anak saya," kata dia.

Diakuinya, setiap akan berangkat demonstrasi, istrinya selalu melarang. Alasannya takut jika perusahaan tahu maka dia akan di-PHK. Namun, kata Ridwan berulang kali juga mengingatkan istrinya bahwa dia harus berjuang agar kehidupannya kembali seperti semula.

"Lama-lama istri sadar juga setelah diberi pengertian macam-macam," kata dia.

Lain Ridwan, lain lagi Agus (bukan nama sebenarnya). Karyawan salah satu pabrik asal Jakarta Timur ini mengaku kerap bertengkar dengan istri gara-gara omnibus law dan pandemi.

Ekonomi memang jadi bencana besar keluarga, apalagi bagi buruh yang pendapatnya tak seberapa.

"Kalau dampak keluarga sendiri tentunya memang berat sekali. Artinya kita terus didorong atau dikejar oleh keluarga jangan ikut demo karena nyari kerja susah," kata Agus.

Namun karena perjuangan ini dirasa penting, Agus memutuskan untuk tetap berjuang melakukan demonstrasi bersama teman buruh yang lain. Tapi nyatanya, upaya menghalang-halangi ini tak hanya berasal dari keluarga. Diakui Agus, perusahaan tempat dia bekerja berulang kali melakukan upaya penghalangan dengan alasan kesehatan.

Pandemi, kata Agus, jadi alasan perusahaan tak memberi dispensasi demo kepada karyawannya.

"Perusahaan selalu halangi kita dengan bahasa menyelamatkan aset atau karyawannya dengan selalu menghalang-halangi kita untuk aksi itu dengan bahasa rapid tes," kata dia.

"Setelah rapid pun akan ada bahasa untuk isolasi mandiri. Kemudian ditingkatkan lagi jadi swab. Ini yang jadi penghalang terbesar untuk kita sebagai karyawan," lanjutnya.

Namun kata dia, meski berulang kali menghadapi tekanan dan halangan, Agus tetap turun ke jalan demi memperjuangkan hak agar Undang-undang kontroversial itu dicabut.

"Mau bagaimana, karena kalau lewat lembaga kita sudah susah percaya. Sekarang kita gunakan hak konstitusi kita. Kita unjuk rasa sampai pemerintah bosen. Sampai akhirnya jera, akhirnya keluarkan perppu," kata dia.

Tepat pukul 14.00 Ridwan dan Agus kembali berdiri setelah kurang lebih satu setengah jam beristirahat. Keduanya kembali bergabung dengan kawan buruh lainnya.

(tst/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER