Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) akan menelusuri dugaan mundurnya seorang siswa di SMAN 6 Depok dari pencalonan ketua OSIS karena beragama non-Islam.
Kepala Disdik Jabar Dedi Sopandi mengatakan baru mengetahui kabar tersebut. Pihaknya melalui Cabang Dinas Wilayah II yang membawahi Kota Depok pun langsung melakukan penelusuran.
"Sudah dilakukan (penelusuran) oleh cabang dinas," kata Dedi dalam pesan singkat yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (12/11) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi tak merinci perihal penelusuran yang dilakukan cabang dinas. Ia pun menyarankan agar mengonfirmasi langsung ke kepala sekolah yang bersangkutan.
Siswa SMAN 6 Depok, Evan Clementine gagal menjadi ketua OSIS di sekolahnya karena proses pemilihan yang berbelit dan diduga terkait dengan dirinya yang beragama non-Islam.
Evan memutuskan mundur setelah panitia pemilihan SMAN 6 Depok memutuskan untuk mengulang proses pemilihan dengan alasan kerusakan sistem pemilihan elektronik (e-voting) yang mereka gunakan.
Padahal, dalam proses e-voting pada Selasa (10/11) lalu, Evan memperoleh suara terbanyak di antara empat kandidat lain. Namun, panitia dan pihak sekolah kemudian mengabari Evan bahwa pemilihan harus diulang karena alasan banyak siswa yang belum memilih.
"Saya sudah menyampaikan apa yang yang saya harusnya ungkapkan. Maksud saya kalau pemilihan voting ulang bukan keputusan yang terbaik," ujar Evan menceritakan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/11).
Evan menduga alasan voting ulang adalah dalih agar dirinya gagal menjadi Ketua OSIS. Dugaan tersebut muncul setelah sejumlah potongan gambar percakapan yang dia terima, berisi sejumlah upaya untuk menggagalkan Evan menjadi ketua OSIS.
"Dari pas yang saya dipanggil dadakan itu, akhirnya saya bilang, kenapa di-voting ulang, apa karena agama saya? Dia bilang, 'Enggak kok. Enggak mungkin. Kamu jangan berpikir seperti itu'," kata dia menirukan jawaban wakil kepala sekolah.
Kepala SMAN 6 Depok, Abdul Fatah meminta agar persoalan tersebut tak dibawa ke persoalan agama. Menurutnya, kasus tersebut murni kesalahan teknis kerusakan sistem e-voting yang digunakan panitia pemilihan.
Fatah memastikan bahwa keputusan untuk mengulang e-voting bukan disebabkan latar belakang agama Evan. Ia menduga bahwa isu tersebut hanya dimanfaatkan kelompok tertentu yang memiliki kepentingan.
"Saya pastikan bukan itu, itu isu, biasa itu dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu yang merasa tidak nyaman. Saya pastikan tidak ke arah sana," katanya.
(fra/hyg/fra)