Djoko Tjandra Bantah Suap Dua Jenderal Polisi soal Red Notice

CNN Indonesia
Jumat, 13 Nov 2020 16:44 WIB
Terdakwa Djoko Tjandra membantah menyuap dua jenderal polisi untuk mengurus red notice penghapusan DPO atas nama dirinya.
Terdakwa Djoko Tjandra membantah menyuap dua jenderal polisi. (Foto: ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan alias Djoko Tjandra membantah telah menyuap dua jenderal polisi, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo, terkait pengurusan red notice dan penghapusan daftar pencarian orang (DPO) atas nama dirinya.

"Saya tidak pernah memerintah saksi [Tommy Sumardi] untuk membayar Napoleon maupun Prasetijo atau siapa pun karena saya tidak kenal. Ini semua inisiatif saudara saksi [Tommy Sumardi]," ucap Djoko dalam sidang lanjutan kasus pemalsuan sejumlah surat di PN Jakarta Timur, Jumat (13/11).

Tommy merupakan orang yang disebut sebagai kepercayaan Djoko dan menjadi perantara penyerahan uang kepada dua jenderal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Djoko pun membantah sering berkomunikasi dengan Tommy guna menanyakan perkembangan pengurusan Red Notice dan DPO. Ia berujar hanya sesekali berkomunikasi saja ketika Tommy meminta uang.

"Ada tambahan lagi bahwa selama pengurusan red notice dan DPO, saksi [Tommy] tak pernah berhubungan dengan saya, kecuali minta uang," imbuh Djoko.

Dalam persidangan, Djoko juga menampik telah melakukan negosiasi dengan Napoleon agar membantu dirinya kembali ke Indonesia tanpa ditangkap. Ia mengungkapkan penyerahan uang kepada pejabat kepolisian merupakan inisiatif Tommy.

"Ini semua inisiatif saudara saksi," tegasnya.

Lebih lanjut, Djoko juga menepis pernyataan Tommy tentang surat pengurusan red notice yang disebut palsu. Ia mengklaim tidak tahu menahu perihal surat tersebut.

"Itu adalah kebohongan, itu merugikan kami," tandasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Djoko telah menyuap dua jenderal polisi guna membantu menghapus namanya dari DPO di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan.

Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan kurungan atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

(psp/ryn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER