Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna mengakui pemberian penghargaan Bintang Mahaputera kepada enam hakim MK rentan mengundang sorotan karena soal momentum.
Sebab, itu dilakukan di tengah proses uji Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja .
"Dalam kasus ini, saya rasa yang dipersoalkan orang adalah momen atau saat pemberian bintang itu yang bersamaan dengan sedang berlangsungnya proses pengujian sejumlah undang-undang yang mendapat sorotan publik," kata Palguna kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Palguna menduga kritik tak akan muncul jika pemberian penghargaan itu dilakukan pada waktu yang berjauhan dengan momen uji materi UU Ciptaker. Misalnya, saat peringatan kemerdekaan pada 17 Agustus.
"Mungkin tidak akan muncul kritik-kritik itu. Atau, kalaupun muncul, mungkin tidak akan disangkutpautkan dengan perkara yang sedang ditangani oleh MK," tambah Palguna.
Namun bagaimanapun menurut dia, selama kriteria dan syarat formal pemberian penghargaan tersebut sesuai dengan prosedur perundangan, maka tak jadi soal.
Palguna pun menilai penghargaan Bintang Mahaputera ke enam hakim MK tak bakal dipersoalkan secara hukum sepanjang memenuhi kriteria berdasarkan perundang-undangan.
"Sampai di sini, menurut saya, clear, meski terlepas dari mungkin adanya pendapat-pendapat subjektif yang berkenaan dengan kelayakan pemberian bintang tersebut, itu soal biasa," terang Palguna.
Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menganggap pemberian Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo untuk enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) hal yang biasa.
"Biasa saja menurut saya. Namanya juga tanda jasa, bisa saja nanti diberikan kepada kalangan wartawan. Memberikan jasa kepada bangsa dan negara," kata Azis kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (16/11).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu menerangkan kewenangan pemberian Bintang Mahaputera berada di tangan Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres) RI.
"Itu kewenangan ada di Setmil, kewenangan ada di sana, masalah etis atau tidak etis itu kan ada penilaian dari Setmilpres, ada institusi yang melakukan penilaian," ujar Azis.
Kritik mengenai penghargaan tersebut salah satunya diutarakan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari. Ia mempersoalkan pemberi penghargaan yang merupakan pihak berperkara di MK.
Alih-alih menerima, menurut Feri, mestinya para hakim MK itu menolak pemberian Bintang Mahaputera tersebut.
Adapun enam hakim MK yang menerima penghargaan gelar Bintang Mahaputera dari Presiden Joko Widodo di antaranya Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Ketiganya menerima Bintang Mahaputera Adiprana.
Sementara tiga hakim lain yakni Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul menerima Bintang Mahaputera Utama.
(rzr/mts/nma)