Massa buruh berjumlah ratusan orang dari Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit -Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) menggelar unjuk rasa terkait independensi hakim Mahkamah Konstitusi, di kawasan Patung Arjunawiwaha, Jakarta Pusat, Senin (16/11).
Dalam aksinya massa meminta para hakim konstitusi berpihak pada kebenaran dalam uji materi dan formil Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Kami turun untuk mengajukan uji materil dan formil. Jangan sampai Bintang Mahaputra dari presiden, Hakim MK jadi galau. MK harus independen dalam menguji undang-undang secara profesional, proporsional," kata Ketua Umum FSP TSK SPSI Roy Jinto di lokasi aksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roy mengatakan belasan perwakilan buruh akan mengajukan gugatan uji materil dan formil ke Gedung MK. Sementara itu, ratusan buruh lainnya akan tetap berdemonstrasi hingga gugatan didaftarkan.
Dalam aksi itu, buruh juga menyampaikan aspirasi terkait Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang peniadaan kenaikan upah minimum tahun 2021. Mereka menuntut upah pekerja harus tetap naik meski pandemi.
"Belum selesai omnibus law, menteri paling cantik di negeri ini mengeluarkan surat edaran melarang para gubernur menaikkan upah minimum. Mau upahnya naik? Siap berjuang?" tutur Roy.
Aksi unjuk rasa digelar berjilid-jilid usai pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR pada 5 Oktober lalu. Aksi digelar di berbagai daerah dengan mahasiswa dan buruh sebagai motor.
Selain demo, ada pula gugatan uji materil dan formil yang diajukan ke MK. Pada Selasa (3/11) KSPI dan KSPSI mengajukan gugatan atas UU Cipta Kerja ke MK. Elemen buruh lainnya, KSBSI juga mengajukan gugatan ke MK pada Jumat (6/11).
Namun pesimisme muncul di tengah gelombang gugatan ke MK. Sebab enam Hakim MK menerima penghargaan dari Presiden Jokowi, pihak yang mengusulkan pembentukan undang-undang tersebut.
"Saya kira pemberian tindakan gelar tanda jasa yang tidak melihat situasi kondisi hari ini menunjukkan kecenderungan intervensi itu betul-betul terang," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arief Maulana dalam webinar Universitas Tarumanagara, Minggu (15/11).
(dhf/wis)