Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al-Muzammil Yusuf mengusulkan pembuatan daerah pemilihan (dapil) khusus nasional dalam revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
Dapil nasional ini, katanya, dibuat untuk para pemimpin partai politik yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI.
"Sangat relevan sekali dengan konstelasi pimpinan partai pusat yang mana tugas mereka untuk mengawasi menyupervisi perkembangan seluruh isu di tingkat nasional. Sehingga kami menyebutkan pentingnya UU pemilu mengangkat dapil nasional," kata Muzammil di Ruang Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan dapil nasional berbeda dengan model dapil yang ada saat ini yang berbasis pada provinsi atau pembagian kabupaten/kota untuk DPR RI.
Di dapil nasional, menurutnya, seorang pimpinan parpol memiliki kewenangan untuk mengelilingi dapilnya yang terdiri dari beberapa kabupaten/kota atau provinsi.
"Ketika dia menjadi calon anggota DPR RI dia berputar lebih kecil daripada satu calon anggota DPR RI, kecuali provinsi kecil tertentu memang dapilnya satu, mungkin Babel dapilnya satu dan sejenisnya," kata Muzammil.
Namun, ia tak menjelaskan soal berapa kursi yang dicapai untuk menentukan dapil nasional. Muzammil menyerahkan hal tersebut ke pembahasan yang berkembang dalam RUU Pemilu.
"Tergantung kita sepakati jatah kursi nasional berapa? Kalau jatah kursi nasional seratus ya tinggal persentase masing-masing itu dilihat mereka dapat berapa dari seratus," tutur Muzammil.
"Kalau 50 mereka dia dapat berapa dari 50 itu, dengan demikian maka tugas dia sebagai pimpinan partai dengan kedapilan itu sinkron," imbuhnya.
Untuk diketahui, pembahasan RUU Pemilu masih dalam tahap penjelasan pengusul, yakni Komisi II DPR. Selanjutnya, Baleg DPR akan membentuk panitia kerja (panja) untuk melakukan pembahasan lebih lanjut.
Sebelumnya, sejumlah anggota dewan pimpinan pusat (DPP) beberapa parpol sempat gagal lolos ke Senayan dalam Pemilu Legislatif. Mereka dikalahkan sesama kader yang bukan anggota DPP.
Sengketa di pengadilan, hukum maupun etik, kemudian terjadi yang biasanya berujung pada kemenangan anggota DPP.
(mts/arh)