Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyarankan libur panjang Natal dan Tahun Baru ditunda demi mencegah munculnya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Sebaiknya libur panjang [natal dan tahun baru] ditunda saja, sehingga tidak ada keramaian, pilkada juga ditunda," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/11).
Libur panjang Natal dan Tahun Baru jatuh pada 24-25 Desember dan 30-31 Desember. Namun, ada beberapa revisi libur nasional dalam rangka percepatan penanganan covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi itu didasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yang terdiri dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaah, serta Menteri Ketenagakerjaan Nomor 391 Tahun 2020, dan Nomor 2 Tahun 2020.
Diatur bahwa 24-25 Desember tetap menjadi cuti bersama, dan libur Natal ditambah 28 Desember-31 Desember libur pengganti Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah.
Jika ditambah dengan tanggal 1, 2, 3 Januari 2021 yang jatuh pada Jumat, Sabtu, Minggu, maka total liburnya ialah 11 hari.
Menurut Dicky, penundaan libur panjang ini diperlukan lantaran kasus positif di Indonesia terus bertambah. Beberapa hari lalu, kasus positif sempat menembus rekor hingga 5.444 kasus sehari.
Ia juga berucap sebetulnya tidak ada dasar bagi Indonesia melaksanakan pelonggaran terhadap protokol kesehatan sehingga memperbolehkan aktivitas bepergian.
"Tidak ada dasar Indonesia melakukan pelonggaran keramaian itu, indikatornya tidak terpenuhi, kalau WHO kan ada tiga, kasus harian menurun selama dua minggu. Nah itu tidak ada di Indonesia," ujarnya.
"Kemudian tes Positivity Rate di bawah 5 persen belum terpenuhi, angka kematian 0 masih jauh. jadi tidak ada alasan kuat untuk pelonggaran," ucap Dicky.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pelonggaran diperbolehkan dengan tiga syarat utama. Pertama, kasus positif yang menurun selama 2 pekan berturut-turut, kemudian angka positivity rate di bawah 5 persen, dan angka kematian menurun bahkan tidak ada kematian sama sekali.
Berlainan dengan 3 prasyarat WHO, angka kasus covid-19 di Indonesia malah menunjukkan tren peningkatan dalam 2 pekan terakhir. Ditambah lagi dengan rekor 5.000 kasus dalam 2 hari berturut-turut, yakni pada 13 November (5.444 kasus), dan 14 November (5.272 kasus).
Selain itu, positivity rate Indonesia yang masih tinggi, berdasarkan data mingguan Satgas pada 8 November sebesar 14 persen. Angka kematian juga masih fluktuatif dalam 2 pekan terakhir.
Di lain pihak, Pelaksana Tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (P2P Kemenkes) Budi Hidayat enggan berkomentar mengenai penundaan libur panjang.
Pihaknya fokus pada persiapan sarana dan prasarana kesehatan untuk menunjang pemeriksaan dan pengetesan Covid-19.
![]() |
"Kalau libur panjang sama kayak kemarin, kita mempersiapkan, memberikan edukasi, dan mengimbau masyarakat menerapkan protokol kesehatan, menyiapkan sarana- prasarana kesehatan seperti rumah sakit,"
"Sehingga cukup jika ada lonjakan, lab tetap buka walapun libur sehingga pemeriksaan spesimen tetap berjalan," tutur Budi.