Kasus kekerasan seksual banyak dialami buruh perempuan di perkebunan sawit. Hasil Investigasi AP membongkar kasus pelecehan ini kerap dilakukan para mandor terhadap perempuan-perempuan pekerja lepas yang sehari-hari bekerja di perkebunan sawit.
Spesialis Perburuhan Sawit Watch yang juga Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) Hotler "Zidane" Pasaoran mengatakan potensi kekerasan dan pelecehan seksual memang besar terjadi di perkebunan sawit.
Meski memang tak ikut melakukan investigasi karena terkendala gender, Hotler mengaku kerap mendengar informasi-informasi pelecehan seksual yang dilakukan para mandor terhadap perempuan di perkebunan sawit ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau soal kemungkinan (pelecehan seksual) ya ada. Karena memang pekerjaan di sawit ini berada di area terpencil," kata Hotler melalui sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/11).
![]() |
Menurutnya, medan di perkebunan sawit cukup mendukung para mandor yang rata-rata pria paruh baya untuk melakukan aksi bejat itu. Sementara banyak perempuan muda telah bekerja sebagai buruh kasar lepas di perkebunan sawit.
Situasi dan keadaan membuat para buruh ini tidak bisa lepas dari jerat kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan bos mereka.
"Memang mereka (perempuan) bekerja kelompok, biasanya ada tim kecil disuruh misal menyemprot atau memupuk di blok berapa. Tapi blok itu luas kan, lebih kurang 25-30 Ha per masing-masing blok. Sementara perkebunan sawit itu luas dan rindang pohon-pohon besar banyak semak," kata dia.
Meski begitu, Hotler belum bisa merinci berapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami para perempuan di perkebunan sawit ini. Sebab kata dia, penelitian langsung yang dikerjakan Sawit Watch memang belum merujuk pada hal tersebut.
"Kondisi memang berpotensi besar terjadi pelecehan. Tapi saya tidak bisa katakan (angka dan siapa) karena kita belum pernah bertemu korban langsung," kata dia.
Merujuk pada hasil investigasi yang ditemukan oleh AP, Hotler mengatakan Sawit Watch secara khusus memang berencana melakukan penelitian dan investigasi lebih mendalam terkait pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami para perempuan di perkebunan sawit.
"Kita ada ide lakukan (penelitian) itu karena berangkat dari lumayan banyak informasi rumor itu, tapi itu info sepihak (kita) harus ketemu korban. Kita hanya dengar dari pihak kedua ketiga. Kita ya akan lakukan investigasi terkait itu," kata Hotler.
![]() |
Tak hanya itu, terkait para buruh khususnya buruh perempun di perkebunan sawit ini, Hotler mengaku telah berulang kali meminta agar pemerintah bisa lebih memperhatikan keamanan, kesejahteraan hingga kehidupan para buruh perempuan pekerja lepas di perkebunan sawit ini.
Sejak 2014, Hotler berulang kali mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan untuk memediasi temuan-temaunnya berkaitan dengan para buruh di perkebunan sawit.
"Beberapa kali ketemu kan sama kementerian, sampaikan bagaimana misal pemerintah dalam hal ini Kemenaker itu mengeluarkan kebijakan berkenaan dengan perlindungan buruh perkebunan sawit karena kondisi kerja memang beda dengan di manufaktur," kata dia
"Cara kerja beda, kemudian kita lihat juga misal soal hubungan kerja. Perempuan, kita bisa katakan bahwa buruh perempuan itu tidak memiliki atau bukan buruh permanen. Mereka buruh lepas atau kontrak," kata Hotler.
Para buruh perempuan ini rata-rata dipekerjakan di bagian memupuk, menyemprot disinfektan dan pekerjaan lain yang dianggap bukan pekerjaan inti. Padahal pekerjaan itu bisa masuk golongan berat dan berbahaya.
Saat menyampaikan dan menuntut kesejahteraan para buruh perempuan ini, tanggapan pemerintah menurut Hotler memang cukup postif, namun tak pernah ada ekseskusi sama sekali.
"Kalau respons cukup baik, tapi ekseskusi di lapangan tidak ada," kata dia.
![]() |
Bahkan kata dia, ada salah satu pejabat perempuan di salah satu kementerian yang malah menyebut wajar para perempuan ini menjadi buruh harian lepas bukan tenaga permanen lantaran pekerjaan yang dipegang pun bukan pekerjaan inti.
"Ibu itu saya lupa namanya dia katakan bahwa pekerjaan menyemprot, memupuk itu bukan kerja inti jadi bisa tidak permanen," katanya.
CNNIndonesia.com telah berusaha menghubungi Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp untuk mengonfirmasi kasus ini. Namun yang bersangkutan belum menanggapi.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumarjono Saragih meyakini viralnya berita mengenai eksploitasi pekerja perempuan di perkebunan sawit sebagai bagian dari perang dagang dalam pasar minyak nabati dunia.
Dia berpendapat, ketika berbagai komoditas minyak nabati nonsawit tidak bisa lagi bersaing dengan minyak sawit, negara-negara maju melakukan kampanye negatif untuk merusak reputasi.
"Harapan mereka bisa memutus rantai pasok dari sisi buyer minyak sawit dan juga end customers dengan memviralkan isu-isu negatif," kata Sumarjono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/11).
(tst/pmg)