Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) membantah tuduhan pelecehan, pemerkosaan, dan eksploitasi pekerja perempuan di industri sawit nasional seperti yang tengah marak diberitakan di beberapa media asing. Asosiasi menilai hal ini merupakan kampanye hitam terhadap industri sawit Tanah Air.
Hal ini diungkapkan Ketua Bidang Ketenagakerjaan GAPKI Sumarjono Saragih merespons pemberitaan akhir-akhir ini. Ia menekankan industri sawit Indonesia tidak mungkin melakukan hal-hal yang dituduhkan itu.
"Perusahaan sawit di Indonesia, terutama yang menjadi anggota GAPKI, tidak mungkin melakukan praktik ketenagakerjaan yang melanggar undang-undang dan prinsip serta kriteria di dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)," ujar Sumarjono dalam keterangan resmi, Kamis (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, ia menyatakan seluruh perusahaan sawit di bawah bendera GAPKI menargetkan bisa memegang sertifikasi ISPO pada akhir tahun ini.
"Kalau sudah ISPO, kan sudah tidak ada lagi isu-isu terkait tenaga kerja. Karena kalau ada pelanggaran, tidak mungkin mendapatkan sertifikat ISPO," ucapnya.
Di sisi lain, ia mengklaim industri sawit Indonesia sudah menciptakan iklim kerja yang kondusif dan layak bagi para pekerjanya. Para perusahaan juga tunduk pada ketentuan yang ada di Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
GAPKI juga bekerja sama dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang layak di sektor perkebunan kelapa sawit.
Pembangunan sistem ketenagakerjaan yang layak ini meliputi beberapa hal, yaitu status pekerjaan, dialog sosial, perlindungan anak dan pekerja perempuan, pengupahan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dan mendorong pengawasan oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Sumarjono menilai pemberitaan ini hanya salah satu taktik sesama pelaku pasar di dunia untuk menjatuhkan bisnis sawit Indonesia. Menurutnya, kampanye ini sengaja dilakukan karena daya saing komoditas minyak nabati nonsawit tidak mampu menandingi sawit.
"Harapan mereka bisa memutus rantai pasok dari sisi buyer minyak sawit dan juga end customers dengan mem-viralkan isu-isu negatif," imbuhnya.
Sumarjono turut menyatakan bahwa perusahaan sawit nasional bahkan konsen pada penerapan protokol kesehatan kepada pekerja di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Produksi CPO juga tetap memberi kontribusi ekonomi kepada negara, meski di tengah pandemi.
Ia mencatat sumbangan devisa ekspor dari produk sawit mencapai US$15 miliar hingga September 2020. Selain itu, industri mempekerjakan 2,6 juta pekerja dan memberdayakan 16,3 juta hektare lahan sawit, di mana 7 juta atau 43 persen diantaranya merupakan perkebunan sawit rakyat.
Lihat juga:Ekonom Bongkar Masalah Program Biodiesel |
Sebelumnya, laporan AP mengungkapkan dugaan peleceahan hingga pemerkosaan terhadap pekerja perempuan di industri sawit. Tak hanya itu itu, pekerja juga tidak mendapat tunjangan yang memadai dan hak-hak lainnya.
"Hampir setiap perkebunan memiliki masalah terkait perburuhan. Tapi kondisi pekerja perempuan jauh lebih buruk daripada laki-laki," kata Hotler Parsaoran dari LSM, Sawit Watch.
(uli/agt)