Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyatakan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) bukan ranah TNI.
Meskipun demikian, menurutnya TNI bisa saja turun tangan menindak oknum-oknum yang diduga dapat memecah belah keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Donny menjawab demikian saat dimintai tanggapan terkait pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman soal pembubaran FPI jika ormas itu melanggar aturan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara perundang-undangan Kemendagri yang punya kewenangan membubarkan sebuah ormas, tetapi jika memang ormas ini berlaku semena-mena, merasa bebas hukum, dan menyebabkan keresahan, tentu saja penegakan hukum yang dilakukan," kata Donny saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (20/11).
Donny pun menyatakan pernyataan Dudung itu harus dilihat sebagai pimpinan yang memiliki tanggung jawab menjaga keamanan di wilayah teritorialnya
"Jadi Pangdam saya kira tepat bahwa dia ingin menindak FPI jika terus menerus melakukan keresahan, mengganggu perdamaian, persatuan, terus menerus membangkan terhadap aturan yang berlaku," tuturnya.
Sebagai informasi, pernyataan Pangdam Dudung sempat direspons negatif sejumlah kalangan terutama dari FPI. Mereka menilai bahwa pernyataan tersebut berlebihan, karena TNI mencampuri urusan sipil.
Terkait hal itu, Donny menyatakan sejatinya penegakan hukum memang merupakan ranah kepolisian yang berkaitan langsung dengan sipil. Namun, TNI dapat diperbantukan.
"TNI bisa di-BKO-kan bila dirasa perlu. TNI kan sifatnya membantu Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban satu wilayah tertentu," ujar Donny.
"Jadi sekali lagi, semua alat negara, apakah itu TNI Polri memang disumpah untuk menjaga keutuhan NKRI," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Donny juga membantah tudingan bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) maupun Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (purn) Moeldoko menginstruksikan langsung pembubaran FPI.
Dia menegaskan Jokowi maupun pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan tidak pernah memerintahkan hal tersebut.
"Yang ada adalah proses penegakan hukum, artinya kalau ada yang melanggar, melakukan persekusi, sweeping, main hukum sendiri tentu ada hukum yang akan dikenakan," katanya.
Sebelumnya, saat ditemui di sela Apel Gabungan di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Dudung menyatakan ancaman pembubaran FPI. Dudung menuturkan itu merujuk pada sejumlah pelanggaran yang dilakukan, termasuk pemasangan baliho secara ilegal.
"Jangan seenaknya sendiri, seakan-akan dia paling benar, enggak ada itu. Jangan coba-coba pokoknya. Kalau perlu FPI bubarkan saja itu, bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari," kata Dudung, Jumat pagi.
Dudung mengakui memerintahkan prajurit menurunkan baliho-baliho ajakan Revolusi Akhlak yang dipasang FPI. Menurutnya, Satpol PP sudah berkali-kali menurunkan baliho itu, tapi selalu dipasang lagi oleh FPI.
![]() |
Keputusan itu ia buat karena melihat FPI sudah tidak mau diatur. Ia menegaskan TNI tak akan segan menindak pihak-pihak yang mengancam persatuan Indonesia.
"Saya peringatkan dan saya tidak segan menindak dengan keras. Jangan coba mengganggu persatuan dan kesatuan. Jangan merasa mewakili umat Islam," ujarnya.
Menyikapi langkah TNI serta pernyataan Pangdam Jaya tersebut, FPI menyatakan militer tak memiliki kewenangan untuk mengurusi bahkan membubarkan ormas yang telah berdiri di Indonesia.
Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar menyatakan merujuk pada aturan Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa tugas utama angkatan bersenjata itu adalah untuk melindungi pertahanan negara. Ia lantas mempertanyakan langkah Pangdam Jaya yang justru ikut campur dalam mengurusi ormas.
Terpisah, Sekretaris Umum FPI Munarman mengatakan semua pihak paham aktor dibalik pencopotan baliho bergambar pimpinan mereka, M Rizieq Shihab, oleh TNI.