Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak undangan untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta kemarin, Senin (23/11).
Sekretaris Jendral AMAN, Rukka Sombolinggi mengatakan saat ini sudah bukan waktunya melakukan dialog dengan Jokowi terkait Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Selain UU tersebut sudah berlaku, kata Rukka, Jokowi sendiri sudah jelas tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU Ciptaker.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah jelas bahwa presiden katakan tidak akan ada Perppu, jalan terus. Jadi saya pikir ini sudah bukan saatnya dialog dengan beliau sudah banyak hal-hal yang kita sampaikan," kata Rukka saat menggelar konferensi pers secara daring, Selasa (24/11).
Rukka mengaku bersama LSM lainnya sudah beberapa kali menyampaikan aspirasi terkait UU Ciptaker. Penyampaian juga telah dilakukan melalui berbagai gelombang aksi sebelum maupun sesudah UU Ciptaker tersebut disahkan.
"Dan mestinya kalau memang negara, presiden punya telinga mestinya bisa, sudah tau kok apa yang kita inginkan. Cabut Omnibus Law," ujarnya.
Lihat juga:Buruh Gugat 12 Poin UU Cipta Kerja ke MK |
Lebih lanjut, Rukka mengakui telah menerima undangan bertemu Jokowi sejak pekan lalu. Namun, setelah melakukan konsolidasi dengan internal AMAN dan dengan beberapa tokoh masyarakat, pihaknya memutuskan tak hadir untuk memenuhi undangan itu.
Terlebih, kata Rukka, jika melihat isi undangan yang pihaknya terima Jokowi seakan bersedia menemui LSM karena telah diminta terlebih dahulu. Padahal pihaknya dan jaringan organisasi masyarakat lainnya selama ini tidak pernah meminta pertemuan dengan Jokowi di Istana.
"Kami sebenarnya khawatir dengan situasi ini karena ternyata disebut 'menerima'. Padahal kita tidak pernah meminta untuk datang ke Istana," kata Rukka.
Tak hanya itu, Rukka juga menilai undangan yang disampaikan pihak Istana terkesan buru-buru. Sementara persyaratan yang diminta untuk masuk ke Istana tergolong banyak dan tidak mudah.
"Bagi kami khususnya tidak punya akses gratis terhadap pemeriksaan covid itu saya sendiri belum pernah swab tes karena mahal harus bayar," ujarnya.
Selain AMAN, Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati menyebut pihaknya juga menerima undangan pertemuan yang dikirimkan pihak Istana melalui WhatsApp pada Kamis (19/11) pekan lalu. Ia menyebut isi undangan tidak jelas lantaran tak disertai agenda pasti perihal pertemuan tersebut.
"Walhi memutuskan untuk tidak hadir karena beberapa alasan. Pertama, ketidakjelasan agenda pertemuan, kami sudah menanyakan apa agenda dari pertemuan ini, tetapi dijawab oleh protokoler Istana yang mengirimkan WhatsApp bahwa kami tidak diberikan informasi soal agenda tersebut," kata Nur.
Menurut Nur, agenda merupakan hal krusial diketahui oleh kedua belah pihak saat hendak melakukan pertemuan.
"Karena ketidakjelasan inilah menjadi alasan yang cukup kuat bagi kami untuk tidak menghadiri, selain juga melihat konteks kekinian," ujarnya.
Greenpeace Indonesia lewat akun Twitter, @GreenpeaceID, menyebut sejumlah LSM yang menolak undangan bertemu Jokowi antara lain, Greenpeace Indonesia, YLBHI, AMAN, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Walhi, Forest Watch Indonesia, KIARA, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), ELSAM, dan Sajogyo Institute.
"Sebuah negara demokrasi harusnya mendengarkan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan, bukan disahkan dan ditandatangani dulu baru masyarakat dilibatkan. Karena itulah Greenpeace menolak hadiri undangan Senin kemarin ke Istana Negara," tulis @GreenpeaceID.
Sebelumnya, sejumlah NGO, termasuk yang bergerak dalam isu lingkungan, tercatat getol mengkritik Pemerintah dan DPR soal UU Ciptaker sejak pembahasan hingga pengesahannya. Mereka menguliti potensi bahaya perundangan itu, misanya, bagi lingkungan dan hak warga atas tanah.
Terkait perppu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD memang telah memastikan bahwa pemerintah tak memiliki opsi untuk mengeluarkan perppu. Ia mengakui banyak pihak yang mengusulkan, bahkan secara terang-terangan meminta Jokowi mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU Ciptaker yang telah berlaku tersebut.
"Nah itu (perppu) sekarang belum menjadi opsi pemerintah," kata Mahfud.
(fra/tst)