Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Mabes Polri Irjen Napoleon Bonaparte menyebut nama sejumlah pejabat negara yang dibawa terdakwa Tommy Sumardi dalam mengecek status Red Notice Djoko Soegiarto Tjandra.
Selain Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, nama Ketua MPR Bambang Soesatyo juga disebut dalam persidangan.
Semua berawal ketika salah seorang penasihat hukum Terdakwa Tommy Sumardi membacakan BAP Napoleon nomor 18 tanggal 12 Agustus 2020 yang pada pokoknya berisi tentang pertemuan pertama dengan Tommy dan Brigjen Prasetijo Utomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penasihat hukum Tommy mengatakan bahwa Prasetijo mengenalkan kliennya kepada Napoleon dengan sebutan 'Orangnya Bapak'.
"Saya tanya Bapak siapa? Jawabannya, ya, Bapak. Saya tanya lagi siapa Bapak? Dia [Prasetijo] menyebut Ketua MPR Bambang Soesatyo," kata penasihat hukum Tommy membacakan BAP Napoleon.
Masih dalam BAP, Napoleon mengatakan mengingat sebelumnya bahwa Prasetijo sempat ingin mengenalkannya dengan politikus Partai Golkar tersebut di kawasan Widya Chandra.
"Suatu hari waktu siang, saya diajak Brigjen Pol Prasetijo ke rumah di Widya Chandra dan bertemu langsung dengan Bambang Soesatyo. Di situ saya melihat Brigjen Pol Prasetijo Utomo dengan Bambang Soesatyo sangat dekat sekali," kata Napoleon dalam BAP.
Dalam pertemuan di Gedung TNCC Lantai 11 pada April 2020, nama Bambang Soesatyo disinggung dengan maksud agar Napoleon selaku Kadivhubinter Mabes Polri membantu Tommy untuk mengecek status Red Notice atas nama Djoko Tjandra.
Dalam BAP-nya, Napoleon berujar bahwa ia sempat berbicara dengan Bambang Soesatyo melalui sambungan telepon. Lewat telepon itu, Napoleon menjelaskan bahwa di ruangannya ada Brigjen Prasetijo.
"Tidak lama saya bicara tapi saya meyakini, bahwa Brigjen Pol Prasetijo maupun Haji Tommy sebelumnya sama-sama sudah menelepon ke Bambang Soesatyo dan menyambungkan ke saya," kata dia.
"Yang lebih memberikan keyakinan kepada saya bahwa Brigjen Prasetijo dan Haji Tommy membawa misi dengan atas sepersetujuan atau permintaan Bambang Soesatyo pada pertemuan kedua," lanjut Napoleon dalam BAP.
Penasihat hukum Tommy membacakan BAP tersebut lantaran ada perbedaan dengan keterangan Napoleon di awal sidang yang hanya menyebut nama Listyo Sigit dan Azis Syamsuddin.
"Pertanyaan saya, tadi saudara buka dengan Kabareskrim, kira-kira kenapa bisa berbeda dengan keterangan yang ini?" tanya penasihat hukum Tommy.
"Pernyataan itu sebetulnya di dalam BAP saya yang terakhir sebagai tersangka tanggal 17 September 2020 itu saya cabut karena saya anggap tidak terlalu berhubungan dan berkaitan dengan permasalahan ini," jawab Napoleon.
Mendengar itu, majelis hakim menginterupsi dan meminta Napoleon menjelaskan secara jelas perbedaan antara nama-nama yang disebut dalam BAP dengan keterangan di persidangan.
"Pada waktu awal saudara saksi menjelaskan ke penuntut umum bukan Bambang Soesatyo, tapi Azis Syamsuddin. Bagaimana itu?," tanya Hakim.
"Itu betul Yang Mulia, semuanya betul," timpal Napoleon.
![]() |
Napoleon menuturkan, Tommy menceritakan kedekatannya dengan Kabareskrim Listyo dengan maksud meyakinkan dirinya membantu mengecek status Red Notice Djoko Tjandra. Selain itu, ujar Napoleon, Tommy juga sempat menghubungi Azis Syamsuddin.
"Itu saya juga pada saat itu untuk meyakinkan ditelepon lagi, karena saya tidak terlalu yakin Kabareskrim. Ini lebih tinggi lagi untuk meyakinkan saya, sehingga akhir pada pertemuan itu saya merasa permintaan ini dipantau oleh tiga pejabat negara besar," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Napoleon didakwa menerima suap sebesar Sin$200 ribu dan US$270 ribu atau sekitar Rp6 miliar dari terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, melalui pengusaha Tommy Sumardi.
Selain Napoleon, Brigjen Prasetijo Utomo juga menerima uang sejumlah US$150 ribu.
Suap itu dimaksudkan agar Napoleon menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
(ryn/arh)