PBNU Wanti-wanti Edhy: Ekspor Benih Lobster Menentang Islam

CNN Indonesia
Rabu, 25 Nov 2020 11:41 WIB
PBNU sejak jauh hari mengkritisi kebijakan Menteri KKP Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih lobster karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam.
PBNU sejak jauh hari mengkritisi kebijakan Menteri KKP Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih lobster karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. Foto: CNN Indonesia/ Bisma Septalisma
Jakarta, CNN Indonesia --

Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo untuk membuka keran ekspor benih lobster ke sejumlah negara sudah jauh hari menuai kritik dari sejumlah pihak, termasuk dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kini Edhy Prabowo ditangkap KPK karena diduga terlibat korupsi terkait ekspor benih lobster.

Susi Pudjiastuti yang merupakan pendahulu Edhy di KKP secara tegas melarang ekspor benih lobster. Hal itu tertuang melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster. Beleid itu melarang perdagangan benih lobster dan lobster berukuran kurang dari 200 gram ke luar negeri.

Sementara di era Edhy, aturan larangan ekspor benur dicabut melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui surat Hasil Bahtsul Masail PBNU Nomor 06 Tahun 2020 tentang Kebijakan Ekspor Benih Lobster yang ditandatangani oleh Ketua Bahtsul Masail, Nadjib Hassan, PBNU menilai ekspor benih lobster tidak sesuai ajaran Islam.

"Pemerintah harus memprioritaskan pembudidayaan lobster di dalam negeri. Ekspor hanya diberlakukan pada lobster dewasa, bukan benih," tulis PBNU dalam surat yang diterima CNNIndonesia.com Agustus lalu dan dikutip ulang pada Rabu (25/11).

Dalam surat itu, PBNU menilai bahwa kebijakan terkait ekspor benih lobster itu bakal menimbulkan mafsadah besar bagi keberlanjutan sumberdaya lobster, pendapatan negara dan generasi selanjutnya.

Hal itu kemudian, mendasari PBNU mengatakan bahwa pembukaan keran ekspor tersebut tak sesuai dengan syariat islam. Meskipun memang, PBNU menilai bahwa pemanfaatan kekayaan alam tak pernah dilarang dalam hukum Islam, namun perlu diperhatikan jika pemanfaatan tersebut tidak bisa memberi kesejahteraan masyarakat.

"Kebijakan ekspor benih lobster, jika berlangsung dalam skala masif sehingga mempercepat kepunahan, bukan hanya benihnya tetapi juga lobsternya, bertentangan dengan ajaran Islam," mengutip bunyi surat.

Menurutnya, lebih baik apabila lobster diekspor setelah menjadi dewasa. Sehingga, sebelumnya telah dilakukan budidaya benih-benih lobster tersebut yang pemerintah beli dari nelayan kecil.

Menurut PBNU, hal itu perlu diprioritaskan ketimbang mengekspor lobster yang masih berupa benih.

PBNU yakin ekspor benih lobster juga bertentangan dengan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan pemerintah Indonesia atau sustainable development. Karenanya, KKP mesti berhenti mengekspor lobster dalam bentuk benih.

Edhy sempat beberapa kali buka suara terkait kebijakan membuka ekspor benih lobster yang kontroversial itu. Dia menjelaskan bahwa ekspor bisa dilakukan usai eksportir melakukan budi daya dan melepasliarkan dua persen hasil panennya ke alam.

Selain itu, Edhy mengklaim bahwa kebijakan itu telah melalui proses kajian para ahli. Menurutnya, ekspor benih lobster tidak akan mengancam populasi lantaran dapat dibudidayakan.

"Kami mendorong keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya, harus sejalan. Tidak bisa hanya keberlanjutan saja, tapi nelayan kehilangan penghasilan. Tidak bisa juga menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki," kata Edhy sebagaimana diberitakan Antara pada Rabu, 13 Mei 2020 lalu.

Kontroversi juga mencuat usai Edhy mengakui bahwa terdapat sejumlah politikus dan kader Partai Gerindra yang berafiliasi dengan perusahaan pemegang izin ekspor benih lobster.

Dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI pada Senin (6/7) lalu, Edhy menjelaskan bahwa izin ekspor tersebut tak banyak yang diberikan kepada politikus.

"Kalau memang ada yang menilai, ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah. Saya siap dikritik tentang itu. Tapi coba hitung berapa yang diceritakan itu? Mungkin tidak lebih dari 5 atau 2 orang yang saya kenal. Tapi 26 orang lagi siapa itu? itu semua orang Indonesia," kata Edhy kala itu.

Selain itu, kata dia, izin ekspor yang diberikan kepada politisi itu diklaimnya tanpa sepengetahuan dirinya sebagai seorang menteri. Penegasan Edhy, izin sepenuhnya diputuskan oleh tim yang terdiri dari beberapa direktorat KKP.

Edhy juga memastikan tidak ada perlakuan khusus bagi para penerima izin ekspor dari perusahaan politisi tersebut.

(mjo/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER