Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan surat perintah dimulainya penyelidikan (Sprinlidik) kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor baby atau benih lobster yang menjerat Menteri KKP Edhy Prabowo pada Agustus 2020.
"Kami mulai di bulan Agustus. Tentunya bulan Agustus ini bukan waktu yang singkat," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto dalam jumpa pers, Rabu (25/11) malam.
Ia menuturkan pihaknya langsung mengumpulkan sejumlah informasi termasuk melalui teknologi dan perbankan guna mencari tahu kebenaran atas dugaan tindak pidana yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya ketika sesuatu hal yang berkaitan dengan barang bukti elektronik ini dimainkan, kita tahu bahwa ini sampai pada sasaran," ujar Karyoto.
"Sehingga apa yang kita lakukan yang dikatakan sebagai suatu yang berkelanjutan terus-menerus akhirnya pada waktunya kita bisa mengambil dan menangkap yang dikategorikan sebagai orang-orang yang menjadi tersangka di sini," sambungnya.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.
Lima orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KKP, Safri; Andreu Pribadi Misata yang juga stafsus Menteri KKP; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf isteri Menteri KKP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT DPP, Suharjito. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ryn/arh)