Wakil Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) Aziz Yanuar menduga penetapan tersangka Ketua FPI Pekanbaru, Husni Thamrin berbau politis.
Husni ditetapkan sebagai tersangka usai terlibat kericuhan dalam aksi penolakan kedatangan pemimpin FPI Rizieq Shihab di Pekanbaru kemarin.
"Ini bukan murni masalah hukum. Dugaan kami melainkan ada ketidaksukaan dan berbau politis," kata Aziz kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aziz lantas menyampaikan kronologi kericuhan yang terjadi saat aksi tersebut berlangsung. Ia membantah pihak FPI Pekanbaru yang membubarkan aksi unjuk rasa tersebut.
Menurutnya, unjuk rasa menolak kedatangan Rizieq justru diminta bubar pihak kepolisian karena sudah menjelang malam hari.
"Jadi diduga tidak benar jika unjuk rasa diminta bubar oleh FPI, karena FPI enggak berwenang untuk membubarkan unjuk rasa. Tapi ini malah ketua FPU dituduh membubarkan demo," ujarnya.
Aziz mengakui pihak FPI Pekanbaru memang datang ke lokasi unjuk rasa dan berbicara menggunakan pengeras suara. Tak lama bicara, mikrofon tersebut justru direbut paksa oleh peserta unjuk rasa.
Melihat kejadian itu, kata Aziz, pihak FPI Pekanbaru meminta agar mikrofon itu dikembalikan.
"Itu jelas merupakan perbuatan tidak menyenangkan dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP," kata Aziz.
Tak hanya itu, Aziz mengatakan massa yang menolak kedatangan Rizieq tersebut berorasi sambil menyebut Rizieq tokoh radikal. Ia menyebut orator aksi itu telah memfitnah Rizieq dan bisa diancam pidana Pasal 331 KUHP.
"Tindakan inilah yang diduga dapat memicu perpecahan, persatuan dan kerukunan antarumat beragama. Tapi ini didiamkan oleh aparatur keamanan dan yang bersangkutan leluasa memfitnah," kata Aziz.
Aziz mengatakan pihaknya sudah mengirim tim bantuan hukum untuk mendampingi proses hukum Husni di Pekanbaru, Riau.
Sebelumnya, Husni ditetapkan sebagai tersangka usai terlibat kericuhan dalam aksi penolakan kedatangan Rizieq. Selain itu, Anggota FPI Nur Fajri juga menjadi tersangka dalam kasus kericuhan tersebut.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan berpendapat di muka umum dan atau Pasal 335 ayat (1) KUHP.
(rzr/fra)