Ketua Majelis Hakim kasus penghapusan daftar pencarian orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra, IG Eko Purwanto, menilai pemeriksaan Tim Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung aneh dan tidak detail.
Pemeriksaan yang dimaksud berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik Jaksa Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung.
Eko menyampaikan hal tersebut usai mendengarkan keterangan saksi Jaksa Luphia Claudia Huwae yang merupakan anggota pemeriksa dari Jamwas terhadap Pinangki dan Rahmat. Dalam sidang ini, Luphia bersaksi untuk Pinangki di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menyinggung perkara power plant yang disebut menjadi alasan Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia. Hakim mulanya meminta Luphia membacakan hasil pemeriksaan Jamwas terhadap Pinangki.
Pinangki disebut menemui seseorang di Singapura. Orang tersebut yang akan menjual power plant yang kemudian ditawarkan Pinangki dan Rahmat kepada investor bernama Jochan. Jochan pada akhirnya diketahui adalah Djoko Tjandra.
"Siapa yang berkecimpung di soal power plant itu antara terdakwa dan Rahmat?" tanya Hakim.
Luphia kemudian menjawab, "Waktu itu ditanyakan. Kami tidak perdalam."
Ia menerangkan bahwa pihaknya hanya memeriksa dugaan pelanggaran disiplinPinangki berupa perjalanan ke luar negeri tanpa izin. Perihal yang lain, tuturLuphia,Jamwas menyerahkan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
"Anda kan Jaksa bidang pengawasan, jadi aneh kalau itu tidak diperdalam. Misalnya, soal siapa yang bergerak di bidang pembangkit listrik dan lain-lain. Rahmat-kah yang bidang pembangkit listrik?" cecar hakim.
"Dia koperasi," kata Luphia.
"Jadi enggak diperdalam lagi? Bagi majelis ini aneh karena pemeriksa harusnya detail," kata hakim.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pinangki dengan tiga Pasal berbeda, yaitu suap, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan pemufakatan jahat.
Pinangki disebut menerima uang sebesar US$500 ribu dari Djoko Tjandra. Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Djoko Tjandra selama 2 tahun tidak dapat dieksekusi.
(ryn/has)