Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar penggeledahan guna mengumpulkan bukti terkait dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster atau benur. Kasus rasuah ini menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo dan enam tersangka lain.
Kali ini penyidik komisi antirasuah menggeledah kantor PT Aero Citra Kargo (ACK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggeledahan di salah satu kantor milik PT ACK yang berlokasi di Jakarta Barat, berlangsung hingga pukul 02.30 WIB dini hari," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (1/12).
Juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut menuturkan penyidik menyita sejumlah dokumen dan bukti elektronik terkait perkara.
"Berikutnya barang dan dokumen yang diamankan tersebut akan dilakukan inventarisasi dan analisa lebih lanjut untuk selanjutnya dilakukan penyitaan," imbuh Ali.
Ali menambahkan, KPK masih bakal melakukan penggeledahan guna mengumpulkan dan memperkuat bukti. Hanya saja, ia tidak merinci informasi perihal lokasi berikut waktu pelaksanaan demi kelancaran proses penindakan.
"Kami memastikan perkembangan penanganan perkara ini akan kami informasikan lebih lanjut," pungkas dia.
Sebelumnya penyidik KPK yang diisi oleh Novel Baswedan dan Ambarita Damanik sudah lebih dulu menggeledah kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam waktu 16 jam, penyidik mengamankan sejumlah uang yang terdiri atas mata uang asing dan Rupiah. Selain itu, sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik ikut diangkut.
Sampai saat ini sejumlah barang yang diamankan tersebut masih dianalisa oleh penyidik sebelum diputuskan untuk disita.
Komisi antirasuah menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka dalam dugaan korupsi izin ekspor benur atau benih lobster. Menteri Edhy Prabowo termasuk satu di antaranya.
Edhy disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memastikan timnya membuka peluang untuk mengembangkan perkara dan menetapkan pihak lain sebagai tersangka.
(ryn/nma)