Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Hadinoto Soedigno sebagai tersangka pencucian uang terkait pengadaan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC. Hadinoto telah lebih dahulu menyandang status tersangka suap dalam perkara yang sama.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada tanggal 20 November 2020 dengan menetapkan HDS [Hadinoto] sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/12).
Karyoto mengatakan Hadinoto diduga menerima sejumlah uang, baik dari Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo maupun pihak lain terkait proyek-proyek di maskapai plat merah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah proyek yang diduga menguntungkan Hadinoto dan mantan Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar antara lain peremajaan pesawat dengan membeli dari empat pabrikan pesawat pada 2008-2013. Nilai kontrak tersebut mencapai miliaran dolar Amerika Serikat.
Kontrak tersebut antara lain pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce; pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Kemudian pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR); dan pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Dalam kerja sama itu, Soetikno selaku konsultan bisnis/ komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR diduga menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Sebagian komisi yang diterima Soetikno diduga mengalir ke Emirsyah dan Hadinoto.
Emirsyah menerima Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, US$680 ribu dan €1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan miliknya di Singapura, serta Sin$1,2 juta untuk pelunasan apartemen di Singapura.
Sedangkan Hadinoto diduga menerima US$2,3 juta dan €477 ribu. Penyidik, kata Karyoto, memutuskan langsung menahan Hadinoto guna kepentingan penyidikan.
"Penyidik KPK melakukan penahanan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama sejak tanggal 4 Desember 2020 sampai dengan 23 Desember 2020," ujarnya.
Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ia juga diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(fra/ryn/fra)