Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mengatakan penetapan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mulyadi sebagai tersangka kampaye di luar jadwal tendensius. Kamhar menuding penetapan tersangka Mulyadi dilakukan lawan politiknya dalam Pilkada 2020.
"Masyarakat pasti tahu bahwa ini tendensius dan dimotori oleh kompetitor," kata Kamhar dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/12).
Kamhar menyebut penetapan tersangka Mulyadi adalah bukti tindakan segala cara yang dilakukan kompetitor dalam kontestasi politik elektoral lima tahunan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dari beberapa hasil survei menempatkan pasangan Mulyadi-Ali Mukhni unggul dari tiga calon gubernur-wakil gubernur lainnya. Pasangan calon lain yakni Mahyeldi-Audy Joinaldy, Nasrul Abit-Indra Catri, dan Fakhrizal-Genius Umar.
"Sehingga mendorong kompetitor menggunakan segala cara untuk menjegal," kata dia.
Meski begitu, Kamhar yakin masyarakat di Sumbar cerdas dalam menentukan pilihan pada 9 Desember mendatang. Menurutnya, masyarakat Sumbar juga bisa menilai orang atau pihak yang menggunakan berbagai cara untuk memenangkan Pilkada.
Dalam kesempatan itu, Kamhar mengatakan bahwa Partai Demokrat akan memberikan pendampingan dan advokasi bagi Mulyadi.
"Pak Mulyadi adalah salah satu kader utama dan terbaik Partai Demokrat dari Sumbar," kata dia.
Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan Mulyadi telah ditetapkan sebagai tersangka kampanye di luar jadwal. Mulyadi juga akan diperiksa pada 7 Desember mendatang.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sumbar Elly Yanti menjelaskan bahwa kasus tersebut berawal dari laporan Tim Hukum calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Mahyeldi-Audy, ke Bawaslu Sumbar pada 12 November 2020.
Elly mengatakan pihaknya kemudian melimpahkan kasus itu ke Bawaslu RI dan akhirnya diserahkan ke Bareskrim karena ada dugaan unsur pidana.
"Karena peristiwa ini terjadi lintas provinsi, di Jakarta, di TV One, kami surati Bawaslu RI untuk mengambil alih kasus ini. Jadi, kami tidak melakukan registrasi penanganan pelanggarannya," ujarnya.
(tst/fra)