Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM menilai penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) pada periode kedua era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, memburuk.
Koalisi yang terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menyatakan, memburuknya penegakan HAM di era Jokowi salah satunya ditandai kian banyaknya kasus penyerangan terhadap pembela HAM. Koalisi mencatat, sepanjang Januari-Oktober 2020 saja ada sekitar 116 kasus penyerangan terhadap pembela HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satu indikator buruknya penegakan HAM masa pemerintahan Jokowi adalah masifnya pelanggaran yang terjadi terhadap para pembela hak asasi manusia," ungkap Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (8/12).
Ardi mengatakan, serangan terhadap pembela HAM dilakukan dengan dua cara. Pertama serangan secara langsung seperti perampasan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran aktivitas secara represif, kriminalisasi, kekerasan, dan intimidasi. Cara lainnya, yakni melalui media digital seperti peretasan dan pembajakan akun.
Menurut Ardi, serangan kepada para pembela HAM itu terjadi akibat sikap pemerintah yang sengaja memunggungi nilai-nilai hak asasi manusia.
Bahkan, berdasarkan catatan koalisi, sebanyak 59 kasus dari peristiwa serangan terhadap pembela HAM dalam rentang 2020 melibatkan aparat kepolisian.
"Lebih dari itu, hingga saat ini tidak ada penyelesaian yang adil dan memadai terhadap seluruh kasus penyerangan terhadap pembela HAM tersebut," tutur dia.
Koalisi pun mendesak agar Presiden Jokowi dan pemerintah untuk membenahi kondisi penegakan HAM di Indonesia. Jika tidak, kondisi rakyat Indonesia akan menghadapi persoalan serius dengan masalah kemanusiaan.
"Presiden Jokowi harus berani mengambil langkah konkrit untuk memperbaiki situasi ini dan mengendalikan jajaran pemerintahannya untuk berpihak pada penegakan hukum yang adil dan nilai-nilai hak asasi manusia," ungkap Ardi.
![]() |
Koalisi juga mendesak agar pemerintah dan DPR untuk segera membentuk sistem perlindungan terhadap pembela HAM melalui penyusunan regulasi dan merevisi sejumlah aturan perundang-undangan yang bersifat multitafsir. Menurut koalisi, aturan yang multitafsir seperti UU ITE kerap dijadikan 'peluru' bagi pemerintah untuk membungkam para pembela HAM.
Menurut Ardi, aturan multitafsir itu tidak hanya mengancam para pembela HAM, tapi secara umum juga mengancam penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM terdiri atas PBHI, Imparsial, KontraS, HRWG, ELSAM, LBH Pers, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, Amnesty International, Kemitraan, HRW, WALHI, dan KPI.