Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan guru dan siswa akun digital untuk pembelajaran online. Akun tersebut dipakai untuk mengakses belajar.id, gagasan kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim tersebut.
Setiap siswa dari kelas V SD sampai XI SMA, XII SMK serta guru jenjang pendidikan dasar dan menengah akan mendapat nama (user id) dan akses masuk (password) akun tersebut. Akun juga bisa diakses peserta Paket A, B dan C.
"Akun pembelajaran ini merupakan akun elektronik dengan domain belajar.id yang diterbitkan Kemendikbud dan dapat digunakan oleh peserta didik, pendidik, guru dan tenaga kependidikan," kata Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim melalui akun YouTube Kemendikbud, Jumat (11/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ainun mengatakan akun tersebut dapat digunakan untuk mengakses berbagai aplikasi dan platform belajar daring, termasuk untuk akses surat elektronik atau email.
Menurutnya, akun tersebut juga bisa digunakan sebagai jejaring komunikasi antara pemerintah dan warga sekolah.
"Materi dan informasi dari Kemdikbud, misalnya terkait bantuan pemerintah dan asesmen nasional akan dikirim ke pos elektronik (email) akun pembelajaran," ujarnya.
Ainun menambahkan para siswa dan guru juga bisa memakai akun tersebut untuk mengakses aplikasi yang dipakai untuk belajar daring, seperti Zoom, Google Classroom, Zenius, Ruang Guru, Quipper dan lain-lain.
Guru dan siswa, lanjut Ainun, juga bisa menggunakan akun ini untuk menyimpan atau berbagi dokumen maupun melakukan penjadwalan proses belajar secara daring.
Ia menegaskan akun ini tidak berbayar dan tidak bersifat wajib. Untuk menggunakannya, siswa dan guru harus mengaktifkan akun melalui laman pd.data.kemdikbud.go.id sebelum 30 Juni 2021.
Sementara di sekolah madrasah, Direktur Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Ahmad Umar mengatakan akun digital serupa sudah digunakan sejak tahun ini.
Dari 8,4 juta siswa di madrasah, 4 juta siswa sudah menggunakan akun dengan domain madrasah.kemenag.go.id. Akun itu juga sudah diakses oleh 675 ribu dari total 709 ribu guru di madrasah.
Ahmad mengatakan pendekatan ini dilakukan sebagai upaya membawa madrasah ke sistem belajar digital. Ada empat tahap pembelajaran digital yang ingin pihaknya capai.
"Yang pertama simple digital learning. Ini pembelajaran yang berbasis digital. Anak-anak nggak lagi berhubungan dengan kertas, buku cetak. Tapi menggunakan digital," ujarnya.
Ia menjelaskan pembelajaran digital ini masih dilakukan dalam kelas. infrastruktur seperti laptop, LCD dan TV pintar diupayakan ada di setiap kelas.
Jika sekolah sudah mampu melakukan ini, proses belajar naik menjadi offline learning. Di mana pembelajaran masih dilakukan di dalam kelas namun menggunakan jaringan internet localhost.
Setelah itu pembelajaran digital naik lagi menjadi online learning. Di tahap ini guru akan memberi tugas dan pembelajaran yang bisa dikerjakan di luar kelas dengan jaringan internet.
Terakhir, virtual learning, di mana semua siswa dan guru bisa melakukan pembelajaran tatap muka secara virtual dalam waktu yang sama melalui konferensi video.
Ahmad mengakui pendekatan virtual learning baru bisa dilakukan di madrasah tertentu yang sudah siap infrastruktur dan sumber daya manusia. Ia mengatakan untuk mencapai tahap ini, guru, dan siswa harus dipersiapkan dengan matang.
Sedangkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Samuel Pangerapan mengatakan masih ada 12.500 daerah yang belum memiliki akses terhadap jaringan 3G.
Ia mengatakan pemerintah tengah berupaya membangun jaringan di lokasi tersebut, namun kemungkinan semuanya baru rampung akhir 2022.
"Sementara waktu kita bisa duduk bersama dengan Kemdikbud, gimana solusi antaranya sambil menunggu pembangunan jaringan tadi. Kami buka diri untuk menyikapi, cari solusi antara supaya tidak lagi anak-anak di daerah tidak terlayani," katanya.
Digitalisasi sekolah sendiri menjadi salah satu target yang dicanangkan Nadiem Makarim dalam beberapa waktu ke depan. Mulai tahun depan, ia akan membagikan laptop dan perangkat TIK lain ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Tak hanya itu, tahun depan sekolah juga direncanakan mulai belajar menggunakan platform berupa aplikasi atau situs berbasis internet. Jadi, kegiatan belajar siswa dan guru sehari-hari akan menggunakan internet.
Namun rencana ini banyak menuai keraguan, baik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau di kalangan guru. Susahnya jaringan di penjuru daerah dan keterbatasan kemampuan SDM diterawang bisa jadi masalah jika tak dipersiapkan dengan baik.
(fra/fey/fra)