Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyatakan tahapan proses pengujian keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19 asal perusahaan China, Sinovac, masih dalam tahapan menunggu hasil laporan uji klinis vaksin.
Uji klinis dilakukan tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat. BPOM bakal memberikan izin darurat penggunaan vaksin (emergency use authorization/EUA) bilamana laporan efikasi atau keampuhan Sinovac sesuai dengan standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni minimal 50 persen.
"Untuk pemberian izin EUA ini, dapat menggunakan data interim, yaitu berupa data pengamatan selama 3 bulan setelah penyuntikan. Untuk hasil uji klinik di Indonesia, saat ini data tersebut sedang dalam proses penyiapan laporan oleh peneliti di Unpad dan Bio Farma sebagai sponsor uji klinik," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangan tertulis yang telah dikonfirmasi Kepala Bagian Humas BPOM Nelly Rachman, Jumat (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penny menegaskan, standar yang dipakai BPOM itu tidak lari dari pakem yang sebelumnya telah ditetapkan WHO, Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA), hingga Agensi Obat Eropa (EMA).
Adapun, bahan yang akan dijadikan perhitungan efikasi adalah hasil uji klinis tahap I dan II, serta hasil uji klinis interim tahap III yang merupakan hasil monitoring efikasi selama tiga bulan pertama vaksin disuntikkan pada relawan.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Vaksinasi dari BPOM Lucia Rizka Andalusia menjelaskan data uji klinis yang telah dikembangkan peneliti adalah data keamanan subjek uji klinik yang diamati setelah dua kali kali penyuntikan; data imunogenisitas atau kemampuan vaksin membentuk antibodi; dan data efikasi vaksin atau kemampuan vaksin melindungi orang yang terpapar virus menjadi tidak sakit.
Kemudian, data-data tersebut diamati dalam periode 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan. Setelah data tersebut dianalisis, maka akan diserahkan untuk dievaluasi BPOM, apakah sudah memenuhi standar untuk mendapatkan izin penggunaan darurat atau belum. Sehingga, lanjut Lucia, uji klinis tetap akan dilanjutkan setelah pemberian EUA sampai pengamatan 6 bulan.
"Nah, untuk EUA ini data boleh dengan periode pengamatan 3 bulan, bukan 6 bulan seperti yang disampaikan oleh Pak Ridwan Kamil [Gubernur Jawa Barat]. BPOM tidak pernah mengubah ketentuan tersebut," kata Lucia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/12).
Untuk diketahui, sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan tim uji klinis vaksin masih akan melakukan pengambilan sampel darah kembali pada Maret 2021 mendatang. Dengan adanya pengambilan sampel ketiga tersebut, katanya, relawan akan diambil lagi darah Maret mendatang.
"Jadi, yang tadinya akan kami sampaikan pengumuman berhasilnya atau tidak uji klinis vaksin Covid-19 ini pada Desember, kemungkinan akan diundur jadi Maret. Karena BPOM ingin memastikan kandungan dari antibodi kita," kata pria yang akrab disapa Emil ini, Senin (14/12) lalu.
Sebagai informasi, hingga saat ini belum diketahui data keamanan dan efikasi dari uji klinis tahap ketiga Vaksin Sinovac. Hal ini berbeda dari Pfizer yang telah mengeluarkan data efikasi yaitu 90 persen efektif, dan Moderna dengan klaim tingkat efektifitas hingga 94,5 persen.
Di Indonesia, uji klinis Vaksin Sinovac bekerja sama dengan Bio Farma dan Universitas Padjajaran baru tuntas pada Mei 2021 dan laporan awal pada Januari 2021.
Selain itu Vaksin Sinovac adalah yang pertama didatangkan pemerintah Indonesia dalam jumlah banyak. Pada 6 Desember lalu, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Sinovac didatangkan dari China lewat bandara Soekarno Hatta. Sementara masih menunggu EUA dari BPOM, vaksin-vaksin itu disimpan di Biofarma.