Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) Tommy Sumardi selaku terdakwa kasus korupsi pengurusan penghapusan nama buronan Djoko Tjandra.
Hakim mengungkapkan Tommy telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai JC atau saksi pelaku yang bekerja sama membantu mengungkap tindak pidana dan pelaku lain dalam perkara tersebut.
"Terhadap permohonan itu, surat nomor 188 tanggal 2 November 2020, setelah melihat alasan baik oleh tim Penasihat Hukum maupun penuntut umum, dapat diterima sehingga majelis menyetujui permohonan Terdakwa untuk menjadi JC," kata Hakim Saefuddin Zuhri, PN Tipikor Jakarta, Selasa (29/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan hal tersebut, Tommy mendapat hukuman ringan yakni dua tahun penjara daripada ancaman maksimal lima tahun sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap Tommy, hakim turut menyampaikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan yaitu perbuatan Tommy tidak mendukung pemerintah dalam memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Serta Tommy dalam melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Terpidana (Djoko Tjandra) dan aparat penegak hukum (Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo).
Sedangkan hal yang meringankan yakni Tommy berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, mengakui perbuatan dan menyesalinya, serta mempunyai tanggungan keluarga.
Tommy dinilai terbukti turut serta menyuap dua jenderal polisi untuk pengurusan penghapusan daftar buronan atas nama terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Dua jenderal polisi yang dimaksud adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Napoleon mendapat Sin$200 ribu dan US$370 ribu, sementara Prasetijo mendapat US$100 ribu.