KALEIDOSKOP 2020

Pelarian Buron Djoko Tjandra Berakhir di Tahun Tikus

CNN Indonesia
Senin, 21 Des 2020 10:07 WIB
Buron kasus korupsi Bank Bali Djoko Tjandra berhasil ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, 20 Juli lalu. Penangkapan ini pun membuka sejumlah kasus baru.
Pengusaha Djoko Tjandra akhirnya ditangkap setelah buron sekitar 11 tahun. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pelarian terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan selama 11 tahun, berakhir pada pertengahan tahun 2020. Djoko Tjandra berhasil ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, 30 Juli lalu.

Djoko Tjandra kabur pada 2009 lalu atau sehari sebelum putusan peninjauan kembali (PK) kasusnya diketok hakim. Ia terbang menggunakan pesawat charter dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, Papua Nugini.

Pemilik nama asli Tjan Kok Hui ini bahkan memperoleh kewarganegaraan Papua Nugini. Selain Papua Nugini, Djoko Tjandra juga dikabarkan kerap tinggal di Kuala Lumpur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus bermula pada 1998 silam. Pada saat itu Djoko Tjandra menghadiri pertemuan di Hotel Mulia, Jakarta untuk membahas upaya Bank Bali mengumpulkan Rp904 miliar.

Djoko Tjandra hadir sebagai direktur PT Era Giat Prima. Nama besar lainnya, Setya Novanto diketahui sebagai direktur utama. Mereka bernegosiasi soal pengalihan tagihan Bank Bali terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Bank Bali dengan PT Era Giat Prima menandatangani cessie pada Januari 1999. Cessie itu berisi hak penagihan piutang kepada PT Era Giat Prima.

Dari pengalihan tersebut, Djoko Tjandra disebut memperoleh keuntungan mencapai Rp546,1 miliar. Keanehan kasus Bank Bali kemudian mencuat pada 1999 dan mulai diselidiki oleh polisi dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Proses hukum pun berjalan. Djoko Tjandra didakwa melakukan korupsi dan dituntut 18 bulan oleh jaksa. Namun, ia divonis bebas pada 28 Agustus 2000. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan beralasan perbuatan Djoko Tjandra bukan pidana melainkan perdata.

Delapan tahun berselang, Kejagung mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Pada 2009 Djoko Tjandra dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Ia juga didenda membayar ganti rugi sebesar Rp546,1 miliar. Namun, Djoko Tjandra berhasil kabur.

Sejak saat itu, drama perburuan Djoko Tjandra dimulai. Kejagung pun memasukkan namanya dalam pencarian orang (DPO). Pada 2015, ia sempat dikabarkan berada di Papua Nugini. Namun, pemerintah belum juga berhasil memulangkan Djoko Tjandra.

Terdeteksi Masuk Indonesia

Setelah lama menghilang, nama Djoko Tjandra kembali mencuat pada Juni 2020. Ia berhasil masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi pihak Direktorat Jenderal Imigrasi, Kejagung, maupun Polri.

Djoko sempat membuat e-KTP dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Usai mendaftar PK, Djoko Tjandra kembali meninggalkan Indonesia menuju Malaysia. Ia terbang dari Jakarta melalui Pontianak.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui intelijen pihaknya lemah karena tak berhasil menangkap Djoko Tjandra saat berada di Jakarta. Sedangkan Kemenkumham mengaku tak memperoleh data keimigrasian ihwal kedatangan Djoko Tjandra.

Belakangan baru terungkap bahwa Djoko Tjandra bisa bebas masuk dan keluar Indonesia lewat bantuan sejumlah pihak, mulai dari pengacaranya Anita Kolopaking hingga tiga jenderal Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.

Tak hanya dari Korps Bhayangkara, jaksa Pinangki Sirna Malasari yang merupakan pejabat Kejagung juga terseret prahara Djoko Tjandra. Sejak itu, Polri dan Kejagung memburu Djoko Tjandra.

Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian saat penandatanganan berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020).Bareskrim Polri resmi menyerahkan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra yang buron selama sebelas tahun tersebut ke Kejaksaan Agung. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. (Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
Lihat juga:

Saksi Pembuat Surat Djoko Tjandra: Ini Perintah, Jangan Lawan

Ditangkap di Kuala Lumpur

Sebulan berselang, Polri berhasil menangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur pada 30 Juli. Penangkapan tersebut dipimpin langsung Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Polri turut bekerja sama dengan polisi Malaysia dalam menangkap buron yang sukses keluar Indonesia 12 tahun lalu. Ia dibawa menggunakan pesawat sewaan dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma malam hari.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan penangkapan Djoko Tjandra sudah dirancang sejak 20 Juli.

Polri lantas menyerahkan Djoko Tjandra ke Kejagung pada Jumat (31/7) malam. Korps Adhyaksa langsung mengeksekusi Djoko Tjandra untuk menjalani hukuman dua tahun penjara di Rutan Salemba.

Pusaran Kasus Baru

Proses hukum tak berhenti meskipun Djoko Tjandra tertangkap. Polri maupun Kejagung mengusut sejumlah kasus berkaitan dengan Djoko Tjandra, baik pidana umum maupun pidana korupsi.

Untuk pidana umum, Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka pemalsuan sejumlah surat, yakni surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan.

Tiga tersangka tersebut antara lain Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo dan Anita Kolopaking. Mereka bertiga telah dibawa ke meja hijau. Masing-masing juga sudah dituntut jaksa penuntut umum.

Djoko Tjandra dituntut 2 tahun penjara, Brigjen Prasetijo dituntut pidana 2,5 tahun penjara, dan Anita dituntut 2 tahun penjara.

Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan,  di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11/2020). Sidang mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu beragendakan pemeriksaan saksi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11/2020). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sementara untuk dugaan suap pembuatan surat palsu dan penghapusan status DPO Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi, ditetapkan empat orang tersangka.

Mereka antara lain Djoko Tjandra, pengusaha Tommy Sumardi, Irjen Napoleon, dan Brigjen Prasetijo. Para tersangka itu juga sudah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dalam surat dakwaan jaksa, Djoko Tjandra bersama-sama Tommy Sumardi disebut memberi uang mencapai Rp8,31 miliar kepada Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo. Uang miliar rupiah tersebut diberikan agar nama Djoko Tjandra berhasil terhapus dari DPO.

Sementara itu Kejagung mengusut dugaan suap pengurusan fatwa MA agar Djoko Tjandra lolos dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali. Dalam kasus ini, Korps Adhyaksa menetapkan Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki, dan politikus NasDem Andi Irfan Jaya.

Mereka bertiga juga sudah dibawa ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dalam surat dakwaan jaksa, Djoko disebut memberi uang sebesar US$500 ribu (Rp7,35 miliar) kepada Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan. Uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra.

Djoko juga disebut melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan dalam pengurusan fatwa MA. Mereka bertiga menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA. Persidangan para terdakwa tersebut masih berjalan hingga saat ini.

(khr/fra)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER