Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mempertanyakan kesesuaian mekanisme pembubaran Front Pembela Islam (FPI) dengan ketentuan yang tertuang di peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, pembubaran sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti FPI harus melalui sejumlah mekanisme yang diatur dalam Pasal 61 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Ormas.
"Kami mempertanyakan apakah Pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis , penghentian kegiatan dan pencabutan status badan hukum," kata pemilik sapaan akrab Habib itu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Gerindra juga mempertanyakan apakah pemerintah sudah melakukan konfirmasi secara hukum terhadap hal-hal negatif yang dituduhkan kepada FPI, seperti dugaan keterlibatan dalam dalam tindak pidana terorisme.
Jika dugaan keterlibatan dalam kasus terorisme itu hanya dilakukan oleh oknum anggota FPI, menurutnya, pemerintah tidak memiliki legitimasi untuk membubarkan FPI
"Apakah sudah dipastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan FPI, sebab jika hanya oknum yang melakukannya, tidak bisa serta-merta dijadikan legitimasi pembubaran FPI," ucap anggota Komisi III DPR RI itu.
Ia menyampaikan bahwa Gerindra sepakat dengan semangat pemerintah untuk mengantisipasi kemunculan organisasi yang menjadi wadah kebangkitan radikalisme dan intoleransi. Namun, ia mengingatkan bahwa setiap keputusan hukum harus dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan telah memutuskan pembubaran FPI serta menetapkannya sebagai organisasi terlarang, Rabu (30/12).
"Menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai ormas sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga secara de jure telah bubar sebagai ormas," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB), pemerintah juga melarang seluruh kegiatan dan penggunaan simbol FPI di wilayah Indonesia. Aparat penegak hukum akan menindak seluruh kegiatan yang masih menggunakan simbol FPI.
Pemerintah juga meminta masyarakat tak ikut dalam kegiatan yang menggunakan simbol FPI. Masyarakat juga diminta melaporkan kegiatan yang mengatasnamakan dan memakai simbol FPI. Keputusan ini berlaku sejak 30 Desember.
Pemerintah menganggap FPI sudah bubar sejak 20 Juni 2019 karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) ormas tersebut sudah habis dan tidak diperpanjang. Dengan keputusan itu, FPI tidak boleh lagi melakukan kegiatan.
(mts/pmg)