Satgas Penanganan Covid-19 mengungkapkan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes) pencegahan penularan virus corona menurun dalam beberapa bulan terakhir ini.
Penurunan kepatuhan masyarakat itu dinilai imbas dari komunikasi risiko yang tidak 'menakutkan' seperti yang disajikan pada awal kasus virus corona di Indonesia awal Maret 2020.
"Waktu di awal itu kan kita disuguhi video yang menakutkan dari Hubei, Wuhan [China]. Orang tahu-tahu bisa meninggal di jalan ketika terkena Covid-19. Jadi komunikasi risiko efektif membuat masyarakat kita untuk patuh terhadap protokol kesehatan dan juga mengurangi mobilitasnya," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Senin (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan beberapa waktu ke belakang, Sonny menyebut kita cenderung mengusung narasi positif yang bertujuan menghindari kepanikan warga.
"Sekarang ini kelihatannya kita berusaha membangun narasi positif, kita juga berusaha membangun pikiran supaya enggak terjadi kepanikan, tetapi di sisi lain komunikasi risikonya ini," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mencatat bahwa tingkat penurunan kepatuhan itu kemudian berimbas terhadap kenaikan kasus warga terpapar Covid-19 yang sempat cetak rekor 14.224 kasus pada Sabtu (16/1) lalu.
"Jadi masyarakat beranggapan dulu diumumkan kasus pertama dan kedua orang patuh tidak keluar rumah, tapi begitu pengumuman 14 ribu kasus dalam sehari orang biasa saja. Ini sebenarnya terkait komunikasi risiko," jelasnya.
Lebih lanjut, Sonny juga memaparkan sejauh ini tingkat kepatuhan masyarakat di berbagai daerah menurun menjadi kurang dari 60 persen. Ia memaparkan sebanyak 85 kabupaten/kota di Indonesia tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 60 persen, terbanyak di Pulau Sumatera dan Papua. Sementara 87 kabupaten/kota lainnya tingkat kepatuhan menjaga jarak di bawah 60 persen, juga terbanyak di Pulau Sumatera dan Papua.
Merespons temuan itu, Sonny pun mengaku Satgas saat ini telah merekrut kurang lebih 63 ribu orang duta perubahan perilaku untuk memberikan edukasi terkait pentingnya protokol kesehatan 3M terhadap masyarakat luas.
"Upaya yang kami lakukan, ada 63 ribu duta perubahan perilaku yang mencoba mendorong kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Mereka akan menjelaskan bahwa vaksinasi dan 3M adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Walaupun sudah vaksinasi kepatuhan 3M juga tetap penting," jelas Sonny.
Ia menegaskan komunikasi risiko itu penting saat ini karena rumah-rumah sakit rujukan Covid-19 sudah hampir berkapasitas penuh.
"Kepatuhan prokes punya dampak sangat besar terhadap penurunan kasus," kata Sonny.
Sementara itu, para pakar kesehatan masyarakat sepakat bahwa untuk penanggulangan Covid-19 ini tak bisa secara dilakukan secara parsial. Diketahui, pemerintah telah memulai proses vaksinasi Covid-19 sejak 13 Januari lalu dengan kelompok prioritas tenaga kesehatan.
Kepada CNNIndonesia.com, epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan pemerintah tidak boleh melupakan upaya yang juga harus dilakukan yakni menggencarkan 3T (tes, telusur, tindaklanjuti/rawat). Windhu menilai kasus positif baru sebanyak 14 ribu dalam satu hari itu juga bukanlah angka kasus sesungguhnya di Indonesia. Merujuk penelitian lembaga penelitian internasional, dia memaparkan angka kasus Indonesia yang sesungguhnya berada di 40 ribu hingga 120 ribu kasus per hari.
"Padahal kunci utamanya itu case finding. Tapi angka testing kita ambang batas WHO saja jarang terpenuhi, padahal itu minimal lho ya," kata Windhu, Senin.
Senada Windhu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman pun menilai upaya 3T pemerintah Indonesia sangat rencah bila dibandingkan negara lain. Sebab berdasarkan testing range Covid-19 se-dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-159. Dicky pun menagih upaya pemerintah untuk memaksimalkan 3T, sementara masyarakat mematuhi 3M.
"Saya sudah hitung kalau kita infeksi 50 ribu saja per hari, kita akan mengalami pandemi atau mengarah ke herd immunity natural itu 14 tahun, karena penduduk kita banyak," kata Dicky, Senin.
Dicky pun menagih upaya pemerintah untuk memaksimalkan 3T, sementara masyarakat mematuhi 3M.
Catatan Redaksi: Judul artikel ini diubah pada Selasa (19/1) setelah klarifikasi dari narasumber. Sebelumnya berjudul "Satgas Sebut Narasi Positif Buat Warga Abai Prokes".
(khr/kid)