Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto rampung menjalani pemeriksaan terkait kasus hasil swab tes Covid-19 yang dilakukan Imam Besar FPI, Rizieq Shihab di RS Ummi, Bogor, Jawa Barat.
Pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri berjalan selama tiga jam pada Senin (18/1). Bima mengaku dicecar oleh polisi belasan pertanyaan, terutama terkait kronologi yang diketahuinya dalam proses perawatan Rizieq.
"Jadi seluruh kronologi ditanyakan lagi dan pertama kali saya mendengar informasi Habib Rizieq dibawa ke Bogor sampai dengan Habib Rizieq meninggalkan Rumah Sakit Ummi itu digali lagi dan didalami lagi," kata Bima kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan bahwa penyidik juga mendalami sejumlah fakta-fakta baru yang didapatkan selama ini. Oleh sebab itu, kata dia, keterangan tambahan dari dirinya diperlukan untuk melengkapi hasil penyidikan kasus tersebut.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) menuturkan salah satu temuan baru kepolisian ialah terdapat informasi tidak benar yang disampaikan oleh pihak rumah sakit. Polisi memerlukan pendalaman kepada pihak Satgas terkait keterangan RS Ummi tersebut dalam menangani hasil swab Rizieq.
"Disampaikan waktu itu ada hal-hal yang disampaikan oleh pihak rumah sakit yang ternyata setelah didalami informasi tersebut tidak benar," kata dia.
"Kemudian, diketahui bahwa Habib Rizieq sendiri terbukti atau terkonfirmasi positif. Saya di sini menjelaskan kembali tupoksi dari Satgas dan mengapa Satgas datang ke sana karena memang tugas Satgas ini untuk memastikan protokol kesehatan," tambahnya.
Dalam perkara ini Rizieq bersama dengan menantunya, Muhammad Hanif Alatas dan Direktur Utama RS Ummi, Andi Tatat telah menjadi tersangka lantaran diduga menghalang-halangi kerja Satgas Covid-19 dalam penanganan pandemi.
Bahkan, Rizieq juga dituduhkan telah menyebarkan informasi bohong terkait kondisi kesehatannya ke publik.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU No Tahun 1984. Ketiganya juga disangkakan Pasal 216 KUHP dan Pasal 14 serta Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946.
(mjo/ain)