Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah menjelaskan perihal angka positivity rate Covid-19 di Indonesia yang mengalami peningkatan dalam beberapa terakhir.
Dewi mengklaim angka positivity rate tinggi bisa terjadi karena ada keterlambatan pelaporan data kasus positif Covid-19 dari daerah ke pemerintah pusat.
Menurutnya, keterlambatan itu menyebabkan temuan kasus positif terlihat melonjak, padahal sebetulnya kasus-kasus tersebut bisa saja sudah sembuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Positivity rate tinggi bisa karena delay input data, misalnya, data positif tiba-tiba disetorkan di pekan itu, tapi jumlah pasien yang sudah sembuh, tidak disetorkan, padahal sudah berlalu di pekan sebelumnya," kata Dewi dalam dialog 'Covid dalam Angka' di Youtube BNPB, Rabu (20/1).
"Jadi jumlah orang positif bertambah tapi denominator [orang yang diperiksa] tidak bertambah, menyebabkan angka positivity rate naik," ujarnya menambahkan.
Positivity rate harian Covid-19 mencapai rekor tertinggi pada Minggu (17/1) yakni 32,83 persen. Rasio positivity rate ini enam kali lebih tinggi dari standar ketetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5 persen.
Dewi mengatakan, saat ini angka positivity rate nasional sekitar 27,45 persen.
"Positivity rate terus naik nih, sejak Desember dia 21, 22, terakhir itu minggu ketiga Januari sampai 27,45 persen," ujarnya.
Selain faktor telat input data, positivity rate meningkat juga bisa karena jumlah penularan yang meningkat di masyarakat dan jumlah pemeriksaan (testing) yang bertambah.
"Tapi harus kita ingat, ada bias di sini, apakah betul positivity rate segitu, karena tadi ada delay input data," kata Dewi.
Hingga hari ini, Rabu (20/1), jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 939.948 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 763.703 orang dinyatakan sembuh dan 26.857 orang lainnya meninggal dunia.
(mln/fra)