Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara mengungkap izin perusahaan pemilik proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumut sempat dibekukan oleh pemerintah setempat.
Proyek tersebut diduga mengeluarkan gas beracun dan menyebabkan lima orang meninggal dunia serta 15 orang dirawat di RSUD Panyabungan pada Senin (25/1).
"Bupati Mandailing Natal sudah membekukan izin PT SMGP pada 9 Desember 2014 dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini sudah membuat masyarakat menjadi korban dan tahap eksplorasi sudah tahap merusak lingkungan dan menimbulkan bencana alam. Namun kembali dikeluarkan izin baru oleh Kementerian ESDM pada April 2015," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Doni Latuperissa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut catatan Walhi, proyek itu milik perusahaan Singapura, PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) yang diakuisisi sepenuhnya oleh perusahaan asal Singapura, KS Orka Pte LD.
Proyek sempat ditolak warga sekitar. Pada 11 November 2014 menurut Doni, warga sempat menggelar aksi besar untuk menolak keberadaan perusahaan tersebut. Buntutnya, satu orang tewas dan belasan lainnya dibawa ke kantor polisi.
Dia menjelaskan penolakan tersebut dilakukan karena warga merasa tidak mendapat sosialisasi ketika proyek itu dibangun di wilayah mereka. Demonstrasi pun digelar.
Doni mengatakan status perusahaan yang diakuisisi perusahaan asing sempat membuat komunitas Mandailing Perantauan, yang berada di sekitar proyek, merasa dicurangi. Mereka menduga PT SMGP hanya menjadi agen asing untuk menguasai lahan di sana.
Walhi sendiri masih menganalisa lebih lanjut penyebab dugaan gas beracun dari proyek tersebut yang menelan korban. Tapi ia menegaskan, pada dasarnya semua usaha gas bumi harus menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan masyarakat sekitar.
Ia menduga perusahaan tak mampu menjalan kewajiban tersebut yang sudah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM No. 37/2018. Setelah kejadian ini, Doni berharap Kementerian ESDM akan mengevaluasi izin PLTPB dan bersikap tegas.
"Pun demikian dengan praktik-praktik pembebasan lahan yang sudah digarap turun temurun oleh warga Sorik Marapi kemudian pada SK 44 tahun 2005, dan SK 579 Tahun 2014 kemudian ditetapkan sebagai kawasan hutan cenderung dipaksakan untuk menyokong PSN 35.000 MW yang dicanangkan," kata dia.
Selain bertanggung jawab terhadap korban, Doni menambahkan perusahaan wajib menanggulangi pencemaran lingkungan akibat kebocoran pipa yang mengganggu masyarakat sekitar.
Sebelumnya, Polda Sumatera Utara turut menyelidiki kematian lima orang yang diduga terkait gas beracun PTLPB Sorik Marapi. Tim khusus dikerahkan ke lokasi kejadian untuk mencari penyebab kebocoran gas. Sementara penyelidikan berjalan, proyek tersebut diberhentikan oleh Kementerian ESDM.
Melalui keterangan terpisah, External Affair PT SMGP Krishna Handoyo mengatakan pihaknya akan menyelidiki penyebab kejadian tersebut.
"Pada siang hari ini PT SMGP melakukan uji untuk pengoperasian salah satu sumur uap panas bumi sesuai dengan standar dan prosedur baku yang berlaku. Namun sempat terjadi terpaparnya gas yang kemungkinan berupa H2S," kata Krishna dalam keterangan resmi.
Bersambung ke halaman berikutnya... Suara Warga Terdampak PLTB