Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Prunomo menilai, kasus positif Covid-19 yang sudah menembus angka satu juta ini belum puncak pandemi. Menurut dia, potensi penyebaran virus corona di Indonesia masih akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Windhu menjelaskan, kondisi tersebut bisa berlangsung lama jika kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi kerap berubah-ubah. Sejumlah pakar, kata dia, tidak dapat memprediksi puncak kasus Covid-19 jika kebijakan terus berubah.
"Kalau kita lihat, kebijakan terus berubah-ubah, artinya tidak jelas fokus kemana. Maka tentu kita tidak bisa prediksi dengan tepat," kata Windhu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman, sejuta kasus itu bukan merupakan data yang sesungguhnya. Ia meyakini, saat ini jumlah kasus positif di Indonesia bisa jadi tiga kali lipat dari data yang dipaparkan pemerintah.
Menurut dia, hal tersebut disebabkan kapasitas testing Indonesia yang buruk. Dibandingkan dengan negara lain yang masuk dalam daftar 20 negara dengan jumlah kasus tertinggi, kapasitas testing Indonesia masih jauh di bawah mereka.
"Ini artinya ada pesan serius bahwa ada banyak kasus yang selama ini tidak terdeteksi, ini bukan hal yang bisa dianggap enteng, karena mayoritas kasus itu akan jadi trigger untuk transmisi lanjutan akibat tidak terdeteksi," ujar Dicky.
Sejak awal tahun 2021, pemerintah terus menggaungkan program vaksinasi di tengah lonjakan kasus yang masih terjadi. Menurut Windhu, seharusnya pemerintah tidak terlalu mengglorifikasi program vaksinasi Covid-19.
"Kita tidak perlu mengglorifikasi vaksinasi. Apa adanya aja. Vaksinasi jelas adalah program pencegahan, sama halnya dengan 3M, pencegahan primer yang bentuknya proteksi khusus," ujar Windhu.
![]() |
Menurut dia, program vaksinasi untuk membentuk kekebalan komunal atau herd immunity membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi pemerintah menargetkan 70 persen masyarakat Indonesia atau sekitar 180 juta yang menerima vaksinasi Covid.
Belum lagi sejumlah kendala mengenai tempat penyimpanan dan stok vaksinasi itu juga belum bisa dipastikan pemerintah. Oleh sebab itu, Windu meminta pemerintah tidak terlalu mengandalkan vaksinasi sebagai upaya utama menyetop penyebaran virus corona.
"Vaksin tentu tidak bisa diandalkan, dia hanya menjadi pendamping dan pamungkas. Tapi tanpa vaksin pun kita bisa. Contoh negara lain, Singapura, Australia, Selandia Baru, Taiwan, China, mereka sudah terkendali beberapa bulan lalu. Vaksinnya sudah ada belum? Belum, tapi sudah selesai," ujarnya.
Dicky Budiman juga mengatakan bahwa pemerintah harus tetap meningkatkan kapasitas testing dan tracing meski program vaksinasi berjalan. Sebab, kata dia, bukan tidak mungkin lonjakan kasus terjadi di tengah program vaksinasi.
(dmi/nma)