Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sultan Hamengku Bowono X ke Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan DIY, pada Rabu (27/1).
Perwakilan ARDY dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli menjelaskan, pelaporan tersebut terkait dengan adanya dugaan mal-administrasi dalam penerbitan Peraturan Gubernur DIY Nomor 1 Tahun 2021.
"Kami melihat konteks dalam penerbitan Pergub ini tidak dilandasi dengan asas partisipasi dam keterbukaan publik," kata Yogi yang juga dikenal sebagai Direktur LBH Yogyakarta tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan tersebut menguat karena masyarakat tidak pernah dilibatkan atau diberi ruang untuk berperan-serta dalam penerbitan Pergub tersebut.
Sementara, Tri Wahyu KH dari Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta mengaku khawatir dengan dua hal pascaterbitnya Pergub tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Pertama, karena tentara didorong kembali keluar dari barak untuk mengerjakan urusan-urusan sipil. Ia menyebut di antaranya ada tiga area yang akan digarap TNI yakni wilayah koordinasi sebelum, saat, dan setelah pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum; wilayah pemantauan pelaksanaan; dan wilayah evaluasi kebijakan serta evaluasi pelaksanaan.
"Padahal pascareformasi, fungsi kekaryaan TNI yang dulunya berpijak pada kredo dwifungsi ABRI sudah dihapuskan. Artinya, tugas prajurit hanya terkait dengan pertahanan dan tidak lagi terlibat urusan sosial politik," tegas Direktur ICM Yogyakarta tersebut.
Kekhawatiran kedua, lanjut Wahyu, terkait dengan larangan lima lokasi untuk berdemonstrasi yakni Gedung Agung, Keraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Malioboro, dan Kotagede, dengan jarak 500 meter dari pagar terluar bangunan.
Padahal, sambungnya, di kawasan Malioboro tersebut terdapat Gedung DPRD DIY dan Kompleks Kantor Gubernur DIY yang dibangun dengan uang rakyat, dan selama ini sering digunakan untuk penyampaikan aspirasi masyarakat ke pemerintah.
Selain itu, jika pelarangan lima lokasi untuk unjuk rasa itu mengacu pada Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 Tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata, maka semestinya yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan aturan dari Dinas Pariwisata, bukan Badan Kesbangpol DIY sebagaimana yang terjadi saat ini.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani menambahkan, dengan adanya pelarangan aksi unjuk rasa di lima titik lokasi tersebut juga menghilangkan hak publik, khususnya Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) yang selama ini menggelar aksi rutin di depan Gedung Agung Yogyakarta.
Menanggapi hal laporan tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan DIY, Budi Masturi mengatakan, pihaknya akan memproses laporan tersebut dengan melakukan verifikasi dan validasi berkas laporan guna memastikan laporan bisa ditindaklanjuti atau tidak memenuhi syarat.
Jika laporan bisa ditindaklanjuti, maka pihaknya akan meminta klarifikasi Gubernur DIY sebagai terlapor, baik secara tertulis maupun memanggil yang bersangkutan untuk datang ke kantor ORI Perwakilan DIY.
"Pelapor meresahkan kebijakan ini bisa menghambat hak-hak mereka untuk menyalurkan aspirasi publik. Ruang-ruang itu kan juga bagian dari pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat," ucap Budi.
Namun demikian pihaknya menyatakan akan melihat kembali terkait dimensi publiknya, karena itu juga menyangkut produk kebijakan sehingga perlu ada review kebijakannya.
"Paling lama satu minggu untuk masuk ke pemeriksaan jika nantinya laporan dianggap memenuhi syarat," ucapnya.
Sebelumnya, menanggapi somasi aliansi rakyat tersebut, Sultan Hamengku Buwono X mempersilakan pihak-pihak yang keberatan dengan kebijakan pembatasan demo menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sultan menjelaskan bahwa penerbitan Pergub itu merujuk pada Surat Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).
"Kalau saya langsung mencabut (Pergub), nanti Menpar menegur saya, karena tidak melaksanakan. Keliru lagi," ujarnya di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (21/1).
Sultan menyatakan siap menerima apapun keputusan dari pengadilan atas gugatan tersebut nantinya.
(sut/kid)