Lima belas orang mantan juru bicara Tim Kampanye Nasional Pemenangan Pilpres Jokowi Ma'ruf Amin hadir memenuhi undangan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis kemarin (28/1). Disuguhi panganan bakso dan pempek, Jokowi sengaja mengundang mereka untuk bersilaturahmi dan berdiskusi banyak hal selama kurang lebih dua jam.
Dalam pertemuan, Jokowi disebut-sebut menolak pilkada digelar pada 2022 dan 2023 seperti tertuang dalam draf Revisi UU Pemilu usulan DPR. Jokowi lebih ingin agenda Pilkada Serentak 2024 dipertahankan seperti diatur UU Pemilu dan Pilkada yang masih berlaku saat ini.
Salah satu yang hadir yakni politikus Partai Golkar Ace Hasan Syadzily. Dia membeberkan topik pembicaraan saat bertemu Jokowi di Istana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Presiden bicara banyak hal, soal mekanisme pelaksanaan vaksinasi nasional, soal pentingnya LPI lembaga pengelola investasi dan beliau juga bicara soal revisi undang undang pemilu, dan revisi undang undang pilkada," kata Ace saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Menurut salah satu peserta rapat yang hadir namun enggan disebut namanya, Jokowi secara terang terangan menyampaikan penolakannya terhadap revisi Undang Undang Pemilu yang diusulkan DPR.
Presiden juga tegas menolak pilkada dihelat pada 2022 dan 2023 seperti tertuang dalam draf Revisi UU Pemilu. Jokowi ingin Pemilu Serentak tetap dilakukan pada 2024 sekaligus seperti tertuang dalam UU Pemilu dan Pilkada yang masih berlaku saat ini.
Diketahui, UU Pemilu dan Pilkada yang berlaku saat ini menghendaki pilkada digelar serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD dan pilpres.
![]() |
Menurut sumber CNNIndonesia.com itu, Jokowi merasa Undang-Undang Pemilu belum diterapkan sepenuhnya. Pula, baru disahkan 2017 lalu, sehingga menganggap tidak perlu mengubah UU Pemilu setiap lima tahun.
Presiden juga beralasan pandemi Covid-19 belum usai. Pemerintah ingin lebih fokus pada pemulihan ekonomi ketimbang mengurusi pilkada.
Alasan lain, Presiden Jokowi khawatir ada pilkada daerah tertentu yang sifatnya sangat sensitif dan berpotensi membuat situasi menjadi tidak stabil hingga mengganggu upaya pemerintah menanggulangi pandemi dan pemulihan ekonomi.
Salah satu pilkada yang sensitif itu yakni Pilkada DKI Jakarta. Dalam draf Revisi UU Pemilu usulan DPR, Pilkada DKI Jakarta direncanakan dihelat pada 2022.
Lihat juga:Kuasa Oligarki di Draf RUU Pemilu |
Politisi PPP Arsul Sani yang hadir dalam rapat menjelaskan, Presiden meminta agar seluruh partai politik mengkaji berbagai aspek jika pilkada ingin digelar 2022 dan 2023.
"Karena di tengah pandemi Covid-19 seperti ini dan situasi ekonomi yang masih jauh dari pulih, jika ada hajatan-hajatan politik yang berpotensi menimbulkan ketegangan antar elemen masyarakat seperti halnya Pilkada di daerah tertentu, maka ini akan mengganggu upaya pemulihan baik di sektor ekonomi maupun kesehatan", ujar Arsul Sani saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com.
Setelah mendengar penjelasan Presiden, hanya perwakilan Partai Golkar yang menyampaikan argumentasi berbeda.
Menurut sumber CNNIndonesia.com yang hadir dalam rapat, politikus Golkar Rizal Mallarangeng menyampaikan bahwa sikap di internal Golkar terbelah.
Sebagian menginginkan revisi UU Pemilu tetap dilakukan agar pilkada digelar pada 2022 dan 2023. Namun ada sebagian kader Golkar juga setuju pemilu serentak tetap dilakukan 2024.
Di depan forum rapat, Rizal Mallarangeng yang akrab disapa Celi menyampaikan, jika normalisasi pilkada tidak dilakukan, maka 120 kader Golkar yang baru memenangkan Pilkada Serentak 2020 silam hanya akan menjabat 3,5 tahun saja.
Di akhir argumentasinya, Celi bahkan menyampaikan bahwa ini akan menjadi pengorbanan terbesar kader Beringin kepada Presiden.
CNNIndonesia.com mencoba mengkonfirmasi kepada Rizal Mallarangeng namun tidak mendapat respons. Perwakilan Golkar yang hadir dalam rapat seperti Ace Hasan dan Maman Abdurrahman juga menolak berkomentar, saat dimintai klarifikasi terkait isi pertemuan.
![]() |
Usaha Jokowi meyakinkan partai politik agar menolak revisi UU Pemilu dan normalisasi pilkada gencar dilakukan selama dua pekan terakhir. Sumber CNN Indonesia.com menyebut Jokowi mengundang beberapa Ketua Umum Partai Politik untuk dilobi agar menolak revisi UU Pemilu dan normalisasi pilkada.
Setelah itu, banyak politisi Senayan dari beragam partai ramai- ramai menyampaikan sikap atas revisi UU Pemilu dan normalisasi Pilkada. Ada yang setuju, ada yang menolak.
Sekretaris Fraksi PPP Ahmad Baidowi enggan menjawab lugas saat ditanya perihal adanya perintah Istana agar fraksi partai koalisi pendukung pemerintah mengikuti kemauan Presiden menolak revisi UU Pemilu.
"Namanya fraksi kan kepanjangan tangan DPP, apapun keputusan DPP tentu kita jalankan. Perintah DPP dan Ketua Umum bahwa fraksi PPP tidak perlu mendukung revisi UU Pemilu. Tapi sekali lagi semua bisa berubah tergantung keputusan DPP nantinya", ujar Ahmad Baidowi kepada CNN Indonesia.com.
Diantara partai koalisi pendukung Jokowi, hanya Partai Golkar dan Nasdem yang tetap bertahan mendorong revisi UU Pemilu dan normalisasi Pilkada.
Sejauh ini, CNNIndonesia.com sudah menghubungi Seskab Pramono Anung untuk mengonfirmasi isi pertemuan Jokowi dengan para ketum parpol dan mantan jubir TKN. Namun Pramono Anung enggan menjawab.
Berlanjut ke halaman berikutnya... PAN Masuk Kabinet?