Isu Kudeta, Demokrat Minta Moeldoko Tidak Jadi Beban Istana

CNN Indonesia
Rabu, 03 Feb 2021 08:26 WIB
Deputi Bappilu Demokrat menyatakan sulit untuk mengaitkan manuver Moeldoko dengan istana dan Jokowi karena jabatan KSP melekat pada mantan Panglima TNI itu.
Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Partai Demokrat meminta Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk tidak menjadi beban Istana Kepresidenan RI. Moeldoko diduga sebagai sosok pejabat tinggi pemerintahan yang terlibat dalam isu kudeta partai berlambang Mercy itu.

"Jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden semestinya menjadi kontrol untuk mengkalkulasi dengan cermat manuver dan agendanya yang katanya bersifat pribadi agar tak menjadi beban Istana," kata Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat, Kamhar Lakumani kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/2).

Itu pun, sambung Kahmar, sebagai respons atas pernyataan Moeldoko yang meminta agar tudingan pada dirinya tidak dikaitkan dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Istana. Menurutnya sulit tidak mengaitkan hal tersebut, lantaran jabatan Moeldoko sebagai KSP sudah melekat sebagai salah satu orang dalam lingkaran kekuasaan Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan jabatannya tersebut sulit untuk tidak mengaitkan dan menghubung-hubungkan Moeldoko dengan Istana. Sejatinya Moeldoko memahami posisi itu," ujar Kamhar.

Dia menegaskan bahwa DPP Partai Demokrat telah melakukan pendalaman terhadap masalah upaya penggulingan terebut. Selain itu, pihaknya juga telah bersurat ke Istana untuk meminta klarifikasi mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko.

"Partai Demokrat telah bersurat secara resmi dan meminta klarifikasi Istana agar duduk perkara menjadi terang benderang. Kita monitor dan tunggu klarifikasi Istana," kata dia.

Menanggapi pernyataan Moeldoko yang meminta agar Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoono (AHY) sebagai pemimpin tidak terlalu terbawa perasaan (baper), Kamhar menegaskan pihaknya justru melakukan langkah demokratis.

Ia menjelaskan, langkah yang diambil AHY guna mengajak publik melakukan kontrol atas kekuasaan sekaligus sebagai kontrol demokrasi. Mengingat, dugaan gerakan kudeta ini disinyalir dilakukan orang dalam Istana Kepresidenan.

"Praktik seperti ini telah terjadi sebelumnya dan efektif memecah belah dan mengambil alih kekuasaan beberapa partai politik seperti yang pernah terjadi, yang terbaru dialami Partai Berkarya. Berkaca dari itu, Partai Demokrat mengambil langkah cepat untuk cegah tangkal. Pak Moeldoko yang semestinya tak baper dan ngeles," kata Kamhar.

Sebelumnya, Senin (1/2), AHY membeberkan ada upaya pengambilalihan partainya secara paksa lewat jalur Kongres Luar Biasa (KLB). Dia menyebut ada sejumlah eks kader, kader, dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam upaya ini.

Kepala Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief kemudian memperjelas bahwa tudingan itu dialamatkan kepada Moeldoko.

Pada hari yang sama, malamnya, Moeldoko menjawab tudingan tersebut. Dia pun menegaskan, "Jangan dikit-dikit istana. Dalam hal ini saya mengingatkan sekali lagi, jangan dikit-dikit istana dan jangan ganggu Pak Jokowi."

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Jakarta, 28 Juli 2020.Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. (CNN Indonesia/ Aulia Bintang)

Opini Tak Sehat Presiden Intervensi Internal Partai

Sementara itu, dari luar Demokrat, pengamat politik Saiful Mujani menyarankan agar Moeldoko mundur dari jabatannya di istana karena polemilk dugaan manuver terhadap partai politik.

"Tapi nasi sudah jadi bubur. Langkah kesatria adalah pak Muldoko mengundurkan diri dari KSP untuk menjaga kehormatan kantor presiden dan presiden sendiri," kata Saiful dikutip dari akun twitternya @saiful_mujani, Selasa siang.

Saiful mengatakan jika Moeldoko ingin cawe-cawe dengan internal Demokrat, hendaknya langsung bergabung dan pengaruhi kader lainnya untuk ambil alih kepemimpinan.

"Jangan pada posisi dengan jabatan kepala KSP ikut cawe-cawe, konflik kepentingan, jaga martabat kantor presiden dan presiden yang dilayaninya," ucap dia.

Lebih lanjut, jika Moeldoko tidak mengundurkan diri dari jabatannya, ia menyarankan agar dimundurkan.

"Dimundurkan dari pada opini tak sehat bahwa presiden intervensi internal partai orang, para indonesianis di luar udah berkesimpulan di bawah presiden Jokowi otoritarianisme udah kembali," kata pendiri lembaga survei SMRC tersebut seraya menyinggung peneliti Indonesia dari Universitas Nasional Australia, Markus Mietzner.

Sebelumnya, rezim otoritarianisme di Indonesia disebutkan telah berakhir, seiring runtuhnya Orde Baru oleh gelombang tuntutan reformasi pada 1998 silam. Sejak saat itu, banyak perubahan sosial politik yang ditujukan untuk memperbaiki borok orde baru terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah soal penghapusan dwifungsi militer, pemilihan presiden hingga kepala daerah, kedudukan MPR, serta hak dan kewajiban presiden.

(dmi, yoa/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER