Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan soal anggaran sebesar Rp479 miliar yang dialokasikan bagi pasien positif Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.
Penjelasan ini disampaikan Budi setelah anggaran isolasi mandiri di rumah dikritik anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golkar Darul Siska dan PDIP Rahmad Handoyo pada Rapat Kerja sehari sebelumnya. Anggaran ini dinilai berpotensi menimbulkan penyimpangan.
Menurutnya dana yang digelontorkan untuk 273.662 orang itu untuk pembelian obat-obatan dan vitamin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak pertanyaan kenapa isolasi di rumah dikasih anggaran, itu sebenarnya terkait sebagian besar untuk obat-obatannya pak," kata Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR, Selasa (9/2).
"Jadi walaupun dia sudah teridentifikasi, tapi ringan, dia dimasukkan di rumah. Kalau dia positif konfirmasi, kita kasih minimum obat-obatan, vitamin dan anti virus anti virus oseltamivir. Tapi kalau dia hanya kontak erat kita kasih vitamin-vitamin saja," imbuhnya.
Kemenkes mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan isolasi, baik secara mandiri maupun terpusat, untuk pasien Covid-19 dengan total Rp5,5 triliun.
Untuk isolasi mandiri, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp479 miliar yang mencakup pemberian dana untuk 273.662 orang yang melakukan isolasi mandiri karena positif Covid-19.
Dari dana tersebut total setiap pasiennya mendapat dana unit cost (UC) per hari Rp125,2 ribu selama 14 hari.
Dana tersebut masih mendapat tambahan lagi. Pertama untuk supervisi puskesmas Rp100 ribu, untuk biaya pemeriksaan sederhana (laboratorium) Rp249,5 ribu, untuk biaya obat simptomatis Rp3.540, serta tambahan dana Rp1,4 juta yang dialokasikan untuk biaya konsumsi atau gizi.
Sehingga total dana untuk setiap pasien mencapai mencapai Rp1,7 juta.
![]() |
Sementara untuk isolasi terpusat, total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp5 triliun, yang mencakup pemberian dana untuk 1.094.650 orang yang melakukan isolasi terpusat, baik di hotel maupun di wisma karena positif Covid-19.
Dari dana tersebut, total setiap pasiennya mendapat dana UC per hari sebesar Rp328,7 ribu selama 14 hari.
Dana tersebut masih mendapat tambahan lagi. Pertama untuk supervisi puskesmas Rp150 ribu, untuk biaya pemeriksaan sederhana (laboratorium) Rp249,5 ribu, dan untuk biaya obat simptomatis Rp3.540.
Sedangkan untuk biaya akomodasi dan konsumsi dialokasikan lebih tinggi dari yang melakukan isolasi mandiri di rumah, yakni sebesar Rp4,2 juta.
Sehingga total dana untuk setiap pasien isolasi terpusat mencapai mencapai Rp4,9 juta.
Sebelumnya, Darul mempertanyakan pertimbangan dan alasan Kemenkes mengalokasikan anggaran untuk pasien Covid-19 yang isolasi mandiri. Menurutnya, alokasi anggaran ratusan miliar rupiah itu berpotensi memunculkan penyimpangan.
"Dan ini teknisnya nanti bagaimana? Apakah ini tidak menjadi sesuatu yang bisa disimpangkan atau bisa disalahgunakan oleh pengelolanya di tingkat bawah, karena ini sulit untuk dipertanggungjawabkan," kata Darul.
Senada, Rahmad mempertanyakan alasan Kemenkes membantu biaya isolasi mandiri pasien positif Covid-19.
Menurutnya banyak masyarakat di pedesaan terdalam melakukan isolasi mandiri. Dengan alokasi dana tersebut, ia bertanya bagaimana kemudian pemerintah bisa menjangkau.
"Kalau setiap penduduk itu yang isolasi mandiri mendapatkan hak konsumsi maupun gizi Rp1,4 juta per 14 hari tentu uang besar. Saya setuju, kalau benar-benar itu sampai, haknya juga sampai. Tapi kalau ternyata saudara kita yang mendapatkan isolasi mandiri didata oh yang isolasi mandiri jumlahnya sekian ribu, ternyata tidak sampai, itu bentuk moral hazard yang potensi moral hazard, ada potensi lost, ada potensi moral hazard di lapangan," tutur Rahmad.
(thr/pmg)