ANALISIS

Paradoks PPKM Mikro, Antara Ucapan Jokowi dan Alasan Ekonomi

CNN Indonesia
Selasa, 09 Feb 2021 13:05 WIB
Epidemiolog menilai PPKM Mikro kontradiktif dengan pernyataan Jokowi. Logikanya jika PPKM tak efektif, maka kebijakan perlu diperketat, bukan dilonggarkan.
Jam operasional di mal bertambah pada pelaksanaan PPKM Mikro, yaitu ditutup pukul 21.00. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah resmi menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro di wilayah prioritas yang tersebar di Jawa-Bali untuk menekan Covid-19. Kebijakan ini dianggap kontradiktif dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut PPKM tak efektif.

Kebijakan ini merupakan pengganti tiga kebijakan sebelumnya yang diubah pemerintah dalam kurun waktu hampir satu tahun Indonesia menghadapi pandemi. Sebelumnya, pemerintah sempat menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, hingga terakhir PPKM.

Kebijakan yang termaktub dalam PPKM Mikro sendiri tak lepas dari sorotan publik dan para ahli. Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menilai kebijakan PPKM Mikro lebih longgar dibandingkan kebijakan PPKM sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelonggaran itu terlihat dari skala makro di mana pelbagai fasilitas umum, sosial dan ekonomi yang dilonggarkan jam operasionalnya.

PPKM Mikro sendiri mengatur aktivitas work from office (WFO) di PPKM ditetapkan sebesar 25 persen, kini di PPKM Mikro justru ditingkatkan menjadi 50 persen. Lalu, pusat perbelanjaan dan pertokoan juga boleh buka hingga pukul 21.00 setelah sebelumnya hanya boleh buka sampai pukul 19.00.

Sementara kegiatan di restoran kini boleh diisi maksimal 50 persen dari total. Hal itu meningkat dari kebijakan PPKM sebelumnya yang mengatur hanya 25 persen. Namun aturan ini tidak berlaku di seluruh wilayah Jawa-Bali melainkan hanya daerah yang rawan dan jadi prioritas.

"Karena pelonggaran dan pengetatan bisa dilihat dari fasilitas umum, aktivitas soal dan ekonomi. Jadi kriteria longgar dan ketat terlihat itu ada indikatornya. Kalau aktivitas sosial dan aktivitas pekerja setengahnya boleh kerja, itu longgar banget," kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/2).

Dicky menilai pelbagai pelonggaran aktivitas dalam PPKM Mikro kontradiktif dengan pernyataan Jokowi yang sempat menyatakan PPKM Jawa-Bali tidak efektif menekan laju penularan Covid-19. Jokowi bahkan mengatakan mobilitas warga masih tinggi meski ada pembatasan.

Sejumlah petugas Satpol PP Kecamatan Cilandak melakukan inspeksi protkes PPKM di sejumlah tempat makan di kawasan Fatmawati, Jaksel, Kamis, 14 Januari 2020. Bagi tempat makan yang melanggar protkes PPKM petugas memberikan teguran tertulis yang ditempelkan di depan toko/tempat makan pemilik. CNNIndonesia/Safir MakkiSejumlah petugas melakukan inspeksi protokol kesehatan saat PPKM di sejumlah tempat makan kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Januari 2020. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Dicky menilai seharusnya kementerian dan pelaksana teknis bisa mengartikan dengan baik ucapan presiden tersebut. Logikanya, lanjut Dicky, bila PPKM tak efektif seharusnya diganti dengan kebijakan yang lebih memperketat lagi. Bukan sebaliknya justru memperlonggar aktivitas dalam kebijakan PPKM Mikro saat ini.

"Jadi kontradiktif dengan statement presiden. Karena kita akui ada penguatan di level komunitas, yang kontradiktifnya di level populasi umumnya. Di level itu justru dilonggarkan. Ya, yang saya lihat enggak ada alasan lain selain ekonomi," kata Dicky.

Lebih lanjut, Dicky memprediksi penyebaran virus corona akan terus melaju penularannya bila tak ada aturan pembatasan sosial, ekonomi dan keagamaan yang ketat dari pemerintah.

Terlebih lagi, saat ini positivity rate atau rasio kasus positif di Indonesia saat ini tergolong sangat tinggi. Akibatnya, laju penularan di tengah masyarakat masih tergolong tinggi dan membahayakan.

Angka positivity rate harian di Indonesia sempat pecah rekor pada Minggu (31/1) lalu dengan menembus angka 36,1 persen. Padahal, ambang batas minimal positivity rate yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hanya sebesar 5 persen.

"Maka dampaknya, orang yang enggak terdeteksi dan bawa virus itu maka akan terus menularkan. Karena enggak ada pembatasan yang ketat," kata dia.

Melihat hal itu, Dicky berpandangan penguatan pembatasan di level kelurahan hingga RT dan RW dalam PPKM Mikro tak akan bisa berjalan efektif bila aktivitas makro justru dilonggarkan.

Terlebih lagi, kapasitas 3T atau testing, telusur dan tindak lanjut di Indonesia belum memadai dan maksimal dijalankan.

"Jadi mereka [yang sudah tertular] akan terus menyebarkan. Terlebih Indonesia saat ini belum pada posisi yang boleh menciptakan kelonggaran itu," kata Dicky.

Sebelumnya, pemerintah melalui Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pelonggaran sejumlah aturan di PPKM Mikro.

Salah satu alasannya karena diklaim laju kasus sudah turun di sebagian besar wilayah pulau Jawa dan Bali. Airlangga mengklaim penambahan kasus Covid-19 sejauh ini hanya terjadi di Jawa Barat dan Bali.

"Tahap pertama dan kedua sudah terlihat DKI sudah mulai flat, kemudian yang masih ada kenaikan adalah Jawa Barat dan Bali, sedangkan Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Yogyakarta itu sudah turun," kata Airlangga dalam jumpa pers daring, Senin (8/2).

(rzr/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER