Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), lembaga pemerhati kebebasan berekspresi di dunia digital mengkritik pemberlakuan unit Virtual Police (VP) di bawah Mabes Polri guna memantau aktivitas warganet.
Program gagasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dibentuk bermaksud mencegah pengenaan jerat pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun begitu Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto justru khawatir, alih-alih memberikan rasa aman Virtual Police justru berpotensi menciptakan ketakutan baru. Pasalnya, aksi petugas VP dinilai terlalu jauh masuk ke ruang privat warga melalui ranah digital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini justru malah menimbulkan ketakutan baru, di mana polisi bisa hadir sewaktu-waktu di ruang privat [digital] warga," kata Damar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (25/2).
Damar menyebut kemunculan VP seolah menghidupkan Orwellian State. Istilah Orwellian State merupakan sistem kenegaraan dan situasi masyarakat yang anti-kebebasan serta keterbukaan, merujuk pada salah satu karya penulis dan jurnalis George Orwell.
Suatu kondisi di mana negara terus-menerus memantau apa yang dilakukan warganya.
Dalam situasi demikian, lanjut Damar, negara akan langsung memberikan koreksi kepada warga yang dianggap keliru. Alih-alih merasa terlindungi, warga justru terancam dan ketakutan.
"Tanpa kehadiran polisi langsung saja, warga sudah jeri dengan ancaman UU ITE apalagi dengan cara yang seperti ini," ungkap dia.
Tak hanya itu, Damar menekankan, Virtual Police juga meniadakan ruang pembelaan bagi warga, jika unggahan di internet itu dianggap menimbulkan kebencian atau melanggar UU ITE.
Virtual Police, menurut Damar, justru mendahului proses peradilan sehingga warga hanya memiliki satu opsi yakni patuh atau dihukum.
Damar mengungkapkan kehadiran VP telah menjadikan urusan percakapan warga di ruang digital harus ikut dikurasi. Ia pun khawatir, VP justru akan merusak iklim ruang diskusi dan berdebat warga di media digital.
"Maka VP perlu diperbaiki dalam pelaksanaannya harus mengedepankan edukasi, bukan hadir sebagai sosok yang mau menghukum kalau warga tidak patuh," saran Damar.
![]() |
Polri secara resmi telah memberlakukan VP sebagai unit yang akan memantau potensi pelanggaran UU ITE di internet.
Menurut Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, kehadiran polisi di ruang digital itu merupakan bentuk pemeliharaan Kamtibmas agar dunia siber dapat bergerak dengan bersih, sehat dan produktif.
"Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada melanggar pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus," kata Argo kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2).
![]() |
Lihat juga:ART Bunuh Majikan Lansia di Bandung |
Untuk sementara menurut Argo, setidaknya tiga akun yang ditegur Virtual Police dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu akun ditegur lantaran membuat gambar beserta keterangan "jangan lupa saya maling".
"Virtual police alert. Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diunggah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi," kata Argo membacakan isu teguran.