Jejak Dugaan Korupsi Nurdin di Tambang Pasir Kodingareng
Koalisi Selamatkan Laut Indonesia menduga Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah melakukan tindak pidana korupsi dalam penambangan pasir laut di perairan Pulau Kodingareng, Sulsel.
Nurdin sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait beberapa proyek infrastruktur.
Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin menduga Nurdin terlibat dugaan korupsi dalam memuluskan proyek tambang pasir pada 2020 lalu. Ia menduga ada praktek ijon politik dalam proyek tambang pasir tersebut.
"Kami menduga ada praktek ijon politik gubernur Sulawesi Selatan (kepada) tim suksesnya dalam memuluskan proyek atau dapat tender pengadaan pasir laut di wilayah tangkap nelayan Kodingareng," kata Al Amin dikutip dari YouTube Jatam, Senin (1/3).
Koordinator Nasional Jatam Merah Johansyah mengatakan pihaknya mewakili Koalisi Selamatkan Laut Indonesia sudah melaporkan dugaan korupsi tersebut ke KPK pada akhir tahun lalu.
"Kami kirim ke KPK. Tanda terima oleh KPK tanggal 6 Oktober 2020," kata Merah kepada CNNIndonesia.com.
Mengutip dokumen pelaporan yang Jatam sampaikan ke KPK, Nurdin diduga terlibat dalam dugaan gratifikasi praktik ijon politik, konflik kepentingan, perdagangan pengaruh, monopoli dan persaingan usaha yang tak sehat.
Duduk perkaranya bermula dari dua perusahaan pengelola tambang pasir, PT Banteng Laut Indonesia (BLI) dan PT Nugraha Indonesia Timur (NIT) yang mengambil pasir di wilayah tangkap nelayan Kodingareng.
Pada proyek tersebut, kedua perusahaan bekerja sama dengan perusahaan asal Belanda Boskalis. Tiga perusahaan itu juga melayani pemasokan pasir laut untuk proyek reklamasi Makassar New Port (MNP), yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Laporan menemukan ada nama-nama yang terkait erat dengan Nurdin di kursi jabatan tinggi kedua perusahaan itu.
Seperti, Akbar Nugraha, yang terlibat dalam tim pemenangan Nurdin saat Pilkada 2018, duduk sebagai direktur utama PT BLI dan wakil direktur PT NIT. Akbar juga menjabat sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulsel.
Kemudian Abil Iksan, juga terlibat dalam tim pemenangan menjabat direktur PT BLI dan direktur PT NIT. Akbar dan Abil disebut-sebut sebagai sahabat anak Nurdin, Fathul Fauzi Nurdin. Fathul diduga menjadi penghubung antara Nurdin dengan Akbar dan Abil.
Selanjutnya ada Sunny Tanuwidjaja sebagai komisaris PT BLI, yang merupakan mantan staf khusus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada periode Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Nama Sunny juga pernah terseret dalam kasus suap dan korupsi reklamasi Jakarta.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sedang mengkonfirmasi terkait laporan Koalisi Selamatkan Laut Indonesia tersebut.
Sementara Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya bakal menampung dan menindaklanjuti setiap informasi dugaan korupsi Nurdin.
"Karenanya kita mengapresiasi informasi yang disampaikan tadi. Tapi hari ini, kita sedang menangani perkara yang sebagaimana yang saya sebutkan tadi," kata Firli dalam konferensi pers pada Minggu (28/2) dini hari.
Kuasa hukum Nurdin, Arman Hanis menyatakan belum bisa memberikan tanggapan terkait dugaan tersebut karena belum berkomunikasi dengan kliennya.
"Saya belum bisa memberikan tanggapan karena belum bertemu Pak NA (Nurdin), beliau masih isolasi di rutan C1," kata Arman kepada CNNIndonesia.com.
Sementara Sunny belum menjawab permintaan konfirmasi CNNIndonesia.com yang disampaikan melalui pesan singkat sampai berita ini ditulis.