Pemaparan Puan pada pembukaan Masa Sidang IV Tahun Sidang 2020-2021 itu menekankan beberapa hal yang jadi pengawasan di antaranya seperti pelaksanaan program vaksinasi Covid-19, rencana revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tata kelola lembaga pengelola investasi, pelaksanaan Ibadah Haji 2021, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), hingga virus corona jenis B117 yang masuk ke Indonesia.
"Selain pengawasan reguler yang menjadi urusan setiap AKD, juga terdapat sejumlah isu yang menjadi perhatian rakyat yang perlu menjadi fokus pengawasan DPR," kata Puan saat berpidato dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (8/3).
Puan meminta seluruh anggota dewan memanfaatkan waktu di Masa Sidang IV Tahun Sidang 2020-2021 secara optimal untuk melaksanakan fungsi dan tugas konstitusional DPR.
Ia menyatakan, DPR dengan kewenangan yang dimiliki harus memperkuat upaya pemerintah menangani pandemi Covid-19, mengawal program vaksinasi Covid-19, mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi rakyat, serta memastikan keberlanjutan pembangunan nasional dan penyelenggaraan pemerintahan.
Fungsi pengawasan DPR RI sejak Covid-19 mewabah di Indonesia pada Maret 2020 silam terus berjalan lewat pelbagai rapat atau kunjungan kerja. Hampir tak ada yang berbeda dari kegiatan DPR pada masa pandemi Covid-19, meskipun Kompleks Parlemen terlihat lebih sepi dari biasanya.
Demi mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Kompleks Parlemen atau kegiatan di luar Senayan, DPR mengubah sejumlah aturan yang mengadaptasi era kenormalan baru. Salah satunya, mengurangi jumlah kehadiran fisik anggota dewan di ruang rapat dan mengoptimalkan teknologi dengan membuka ruang bagi anggota dewan untuk mengikuti rapat secara dalam jaringan (daring).
Penyelenggaraan rapat secara daring tetap mengacu pada tata tertib (tatib) dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020, khususnya yang diatur dalam Tata Cara Rapat pada Pasal 279 ayat (6) serta Tata Cara Pengambilan Keputusan pada Pasal 308 ayat (5) dan (6).
Sejak virus corona (SARS-CoV-2) mewabah di Indonesia dan kasus pertama diumumkan pada awal Maret 2020, DPR tetap menjalankan fungsi pengawasan.
Beberapa di antaranya, membentuk sejumlah tim pemantau atau pengawasan yakni Tim Pemantau DPR terhadap Pelaksanaan UU terkait Daerah Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat, serta keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kemudian, DPR juga menyusun Tim Pemantau dan Evaluasi Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan, Tim Pengawas DPR tentang Pembangunan Daerah Perbatasan, Tim Pengawas DPR terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Tim Pengawas DPR terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana, Tim Pengawas DPR terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19, Tim Pengawas DPR terhadap Penyelenggaraan Haji, Tim Penguatan Diplomasi Parlemen, Tim Implementasi Reformasi DPR, serta Tim Open Parliament Indonesia.
Selain itu, DPR membentuk total 32 panitia kerja (panja) pengawasan, tujuh di antaranya telah merampungkan tugas.
Ketujuh panja yang telah menyelesaikan tugas itu adalah Panja Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil 2019-2020 dan Penyelesaian Masalah Tenaga Honorer, Panja Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Tata Ruang Wilayah, Panja Persiapan PON XX Papua 2020, Panja Pendidikan Vokasi, Panja Pemulihan Pariwisata, Panja Pembelajaran Jarak Jauh, serta Panja Ketahanan Nasional untuk Mengatasi Dampak Covid-19.
Fungsi pengawasan DPR juga dilaksanakan melalui pemberian pertimbangan dan persetujuan terhadap pejabat publik. Beberapa di antaranya terhadap calon Kapolri, calon Hakim Agung, calon, Kantor Akuntan Publik untuk Melakukan Pemeriksaan atas Laporan Keuangan BPK dan, calon anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) periode 2020-2023.
Pertimbangan dan persetujuan juga diberikan untuk calon Deputi Gubernur Bank Indonesia periode 2020-2025, calon anggota Badan Perlindungan Konsumen (BPKN) periode 2020-2023, sejumlah calon Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) negara sahabat untuk RI, sejumlah calon Duta Besar LBPP RI untuk negara sahabat, calon anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, calon anggota Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi, dan calon anggota Ombudsman RI.
Selain itu, fungsi pengawasan DPR di tengah pandemi Covid-19 juga ditempuh dengan meminta setiap Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk membahas masalah wabah virus corona ini sesuai bidang tugas masing-masing.
DPR pun membentuk Tim Pengawasan (Timwas) Pelaksanaan Penanganan Bencana Covid-19 untuk memastikan pencegahan wabah berjalan efektif dan tepat sasaran dari aspek regulasi, kelembagaan, hingga mitigasi bencana.
Anggota dewan juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 untuk membantu pemerintah mempercepat penanganan Covid-19 hingga ke setiap daerah. Terhitung lebih dari setahun virus corona menjejak di Indonesia, pemerintah diketahui menerapkan pelbagai kebijakan mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga belakangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro.
Namun hingga kini, sejumlah pakar menyebut pandemi Covid-19 belum bisa dibilang terkendali. Pasalnya, masih ada tambahan kasus baru setiap harinya. Data Satgas Penanganan Covid-19 per Selasa (9/3) menunjukkan tercatat 1.386.556 orang terinfeksi virus corona sejak kasus pertama diumumkan Maret 2020. Sementara 1.203.381 orang di antaranya dinyatakan sembuh, tapi virus telah menelan nyawa 37.547 warga.
 Infografis Jejak Kebijakan Setahun Pandemi. (CNN Indonesia/Fajrian) |
Pelbagai aktivitas yang tetap berjalan itu pun membuat anggota dewan berisiko terinfeksi virus corona (Covid-19). Terbukti, puluhan anggota DPR tercatat pernah terpapar Covid-19. Bahkan, setidaknya lima anggota dewan yang meninggal karena terinfeksi Covid-19.
Namun begitu, DPR menyatakan berusaha tetap mengerjakan tugas-tugas, khususnya pengawasan. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menjamin pandemi Covid-19 tidak menghambat kerja lembaganya menjalankan fungsi pengawasan.
Menurut dia, seluruh kegiatan yang menunjang tugas pengawasan tetap bisa dilakukan secara optimal, meskipun harus melalui daring.
"Rapat virtual tidak ada masalah, secara tata tertib tetap dianggap sah. Pengawasan tetap bisa dilakukan secara virtual dan temuan, kunjungan spesifik ke lapangan tetap bisa dilihat dalam beberapa hal, dibilang hambatan tidak begitu. Perbedaan hanya metode saja, tadi offline sekarang online," ucap Azis kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/3).
Azis menjelaskan, berbagai rapat di DPR selama pandemi hanya dihadiri 25 persen dari kuota ruang rapat. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu pun mengungkapkan setiap rapat hanya boleh dilaksanakan maksimal dua jam.
"Sesuai protokol kesehatan, 25 persen dari kuota ruangan dan maksimal rapat dua jam. Itu protokol kesehatan, itu peraturan yang harus diikuti dan dipatuhi semua pihak tanpa terkecuali," kata Azis.
Kendati begitu, kerja pengawasan para anggota dewan tak luput dari kritik. Mulai dari pertanyaan soal urgensi membahas hingga mengesahkan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di tengah pembatasan sosial, dibanding memikirkan soal pengawasan strategi penanganan pandemi. Hingga yang terbaru, soal vaksinasi keluarga anggota dewan.
Alih-alih mengawasi vaksinasi Covid-19 dari 'penumpang gelap', Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus justru menyebut keluarga anggota DPR sendirilah yang jadi bagian 'penumpang gelap'.
"Penumpang gelap" yang tak ingin terekspose itu adalah istri/suami serta anak-anak anggota yang mendapatkan vaksinasi prioritas gelombang kedua," kata Lucius melalui keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).
Program vaksinasi Covid-19 tahap kedua sedianya menyasar petugas pelayanan publik dan lansia. Tapi belakangan diketahui beberapa keluarga anggota dewan ikut jadi penerima vaksinasi. Proses penyuntikan ini sempat jadi polemik lantaran dianggap dilakukan secara diam-diam dan tertutup.
"Dengan aksi kucing-kucingan yang dilakukan DPR, mereka sesungguhnya mau menegaskan bahwa kebijakan mengangkut rombongan keluarga untuk menerima vaksin bersamaan merupakan sesuatu yang menyimpang," tukas Lucius.
Sementara itu terpisah Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma pun menilai DPR menjalankan tugas pengawasan selama pandemi ala kadarnya saja. Ia bahkan menganggap pengawasan setahun belakangan tak ubahnya seperti sebelum wabah; tidak tajam dan tidak menggigit.
"Begitu banyak kegiatan dilakukan DPR dari masa sidang ke masa sidang, tapi tidak terlihat DPR sungguh-sungguh mencermati semua yang menjadi pokok pengawasan itu. Sama saja seperti sebelum Covid-19," papar Leo.
Karena itu Leo menyarankan anggota DPR meningkatkan jumlah kehadiran dalam rapat ataupun sidang. Menurutnya, hal tersebut bisa jadi langkah awal memperbaiki kinerja pengawasan DPR.
"Kehadiran Masa Sidang III Tahun Sidang 2020-2021 lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kenapa sudah diberikan kesempatan virtual tapi masih sedikit yang hadir. Harus ditingkatkan," pungkas Leo.