Walhi mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup-- turunan dari UU Ciptaker--yang telah melonggarkan aturan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Jaringan organisasi yang telah mengadvokasi lingkungan sejak dekade 1980an itu mendesak Jokowi mencabut PP tersebut karena menilai hal yang diputuskan itu adalah langkah sembrono--dapat menimbulkan risiko tinggi terhadap kesehatan, apalagi di tengah masa pandemi Covid-19.
"Pengubahan limbah-limbah B3 menjadi limbah non-B3 secara keseluruhan--tanpa melalui uji karakteristik setiap sumber limbah spesifik, menunjukkan pemerintah telah bertindak secara sembrono dan membebankan risiko kesehatan di pundak masyarakat," ujar Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati dalam keterangan tertulis, Minggu (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah sendiri, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan penjelasan mengenai entitas limbah yang tak lagi masuk kategori B3.
Terkait limbah batu bara, Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan kebijakan ini telah melalui kajian yang mendalam.
"KLHK ketika ambil kebijakan keputusan, tidak ada dipaksa orang. Kami sebagai instansi teknis pasti punya alasan saintifik. Jadi, semuanya itu berdasarkan scientific based knowledges," kata Vivien dalam jumpa pers daring, Jumat (12/3).
Vivien mengatakan pemerintah membuat dua ketentuan tentang FABA.
Pertama, limbah itu dikategorikan sebagai limbah B3 jika perusahaan yang mengolahnya menggunakan sistem stoker boiler dan tungku industri. Sementara bagi perusahaan yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker, FABA yang dihasilkan masuk kategori limbah nonB3.
Vivien menerangkan FABA yang dihasilkan dari sistem pembakaran pulverized coal atau chain grate stoker terbakar sempurna. Alhasil, FABA bisa digunakan untuk bahan campuran konstruksi.
Sementara FABA yang dihasilkan sistem stoker boiler dan tungku industri tidak stabil saat disimpan. Sebab limbah ini tidak terbakar sempurna berkat teknologi yang belum mutakhir.
Dalam jumpa pers selanjutnya, Senin (15/3), Vivien mengatakan kajian Human Health Risk Assessment (HHRA) yang dilakukan atas PLTU limbah batu bara juga tak melebihi parameter Toxicity Reference Value (TRV) yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja. Dengan demikian, hasil kajian itu menyatakan tidak membahayakan pekerja.
Atas dasar itu, kata dia, hasil pengujian tersebut menyatakan semua syarat limbah berbahaya tak terpenuhi, sehingga limbah batu bara dihapus dari kategori limbah B3. Menurut Vivien, hasil penelitian tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan ahli di bidangnya dan sesuai data referensi dari PLTU.
Selain karena pertimbangan itu, Vivien menyebut FABA batu bara dikeluarkan dari limbah B3 juga karena pembakarannya dilakukan dengan suhu tinggi dan lebih stabil dibanding limbah hasil industri lain.
Mengulang kembali yang ia jelaskan pada Jumat lalu, Vivien menjelaskan tak semua FABA dikeluarkan dari limbah B3 dalam PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Limbah dari industri lain yang lebih berbahaya masih masuk kategori B3.
Vivien menegaskan pengelolaan limbah non-B3 tidak akan luput dari pengawasan karena bisa diawasi melalui analisis dampak lingkungan (amdal). Nantinya, lanjut dia, PLTU harus memasukkan rencana pengelolaan limbah dalam amdal.
Dia juga membocorkan sejumlah aturan yang ia katakan akan diatur dalam peraturan menteri LHK yang saat ini sedang digodok jajarannya. Peraturan itu khusus mengatur pengelolaan bagi limbah non-B3.
Mengutip paparan yang disampaikan Vivien, permen LHK itu mewajibkan industri mengurangi limbah non-B3, melakukan pemanfaatan limbah sesuai standar, mengikuti standar penimbunan limbah, melakukan penanggulangan pencemaran lingkungan dan melaporkan kegiatan pengelolaan limbah.
Industri kemudian dilarang membuang limbah non-B3 tanpa persetujuan pemerintah pusat, membakar limbah secara terbuka, mencabut limbah non-B3 dengan limbah B3 dan menimbun limbah di fasilitas tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.