2 Tahun Kasus 'Bruder Angelo', Polisi Sebut Pelaku Masuk DPO

CNN Indonesia
Selasa, 16 Mar 2021 15:50 WIB
Polisi didesak mengembangkan penelusuran kasus dari pencabulan ke dugaan perdagangan orang, yang melibatkan seorang pria berinisial L atau
Ilustrasi. (Foto: thisguyhere/Pixabay)

Desakan bukan hanya datang dari tim kuasa hukum korban dan aktivis perlindungan anak, melainkan juga lembaga negara seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Melalui keterangan tertulis hasil diskusi "Bedah Kasus Bruder Angelo", kedua lembaga juga mendesak polisi membuka penelusuran dugaan tindak pidana perdagangan orang. Sebab anak-anak korban dugaan kekerasan seksual itu disebut diambil dari daerah yang jauh dari Depok, seperti Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mendesak Polres Depok untuk melakukan terobosan dalam penanganan kasus seperti scientific crime investigation atau investigasi berbasis ilmiah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya kalau korban sulit, diharapkan maka bisa pakai cara lain. Jadi saya berharap benar-benar gunakan berbagai cara semaksimal mungkin seperti CCTV atau hal-hal yang tidak terpikir," kata Poengky dalam diskusi yang digelar ECPAT Indonesia dan Mitra Imadei, Minggu (14/3).

Di sisi lain Poengky menuturkan, pelaku menggunakan simbol-simbol gereja dan memakai nama gereja demi memuluskan aksinya. Padahal, mengutip keterangan Keuskupan Bogor, Angelo tidak tercatat sebagai bruder.

Karena itu di tengah penanganan kasus, ia merasa perlu juga untuk melakukan pendekatan ke pihak gereja.

"Saya berharap ada approach untuk menyetop aktivitas yang dilakukan pihak Angelo, sehingga tidak terulang lagi adanya korban-korban yang nanti akan berjatuhan. Kalau saya melihat kasusnya kan ada laporan pertama, laporan kedua, itu kan berarti ada pengulangan yang dilakukan pelaku," ungkap Poengky.

Sementara Plt. Deputi Perlindungan Anak KPPPA, Nahar mengaku memahami pelbagai kesulitan yang dihadapi polisi sepanjang penyidikan. Kendati begitu ia tetap berharap pemberkasan perkara bisa segera dirampungkan.

"Serahkan saja, kumpulkan saja. Nanti jaksa yang menentukan. Jadi berkas ini harusnya naik saja. Kami beri kesempatan pada kepolisian dan kejaksaan untuk konsultasi ke kami," ungkap Nahar dalam diskusi serupa.

Fakta kasus penyiksaan anak dalam InfografisFakta kasus penyiksaan anak dalam Infografis. (CNN Indonesia/Fajrian)

Guru Besar Antropologi Hukum dari Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto dalam diskusi yang sama mengingatkan korban kekerasan seksual kerap mengalami kesulitan secara psikologis. Karena itu, polisi perlu menerapkan perlakuan khusus.

"Bila bukti visum et repertum berbeda dengan keterangan korban, harus dipahami. Korban berada dalam situasi psikologis yang berat, sehingga tampak keterangannya tidak jelas, tidak konsisten, tidak bisa dipegang. Maka, keterangan korban ini harus diperlakukan secara khusus," terang Sulistyowati.

"Kejaksaan sudah memiliki Pedoman No.1/21 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak yang memberi banyak terobosan. Kiranya pedoman ini dapat sangat membantu melindungi korban-korban kekerasan seksual semacam ini," sambung dia.

(iam/nma)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER