ANALISIS

Amburadul Vaksinasi di Tengah Ancaman Kedaluwarsa

CNN Indonesia
Rabu, 17 Mar 2021 11:54 WIB
Program vaksinasi Covid-19 berjalan lambat. Sampai kemarin, Selasa (16/3), baru 4,4 juta orang dari target 181,5 juta yang menerima suntikan vaksin.
Pemerintah didorong lebih cepat mendistribusikan vaksin Covid-19 ke sejumlah daerah. Ilustrasi (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai pangkal muara dari program vaksinasi yang lambat adalah proses distribusinya. Beberapa wilayah seperti di Papua juga masih belum mendapat kiriman vaksin.

Hermawan menyebut pemerintah belum optimal mempercepat proses pengemasan vaksin agar lekas terdistribusi. Daerah-daerah yang menerima vaksin juga harus mempersiapkan segala kebutuhan penyuntikan massal.

"Begitu vaksin hadir langsung disuntikkan. Distribusi kita masih lambat, padahal ambisi pemerintah 1 juta dosis per hari itu kan luar biasa, seharusnya," kata Hermawan kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain distribusi, Hermawan mengatakan bahwa pemerintah tak teliti dalam melihat masa kedaluwarsa vaksin. Di dalam masa darurat ini, maka masa kedaluwarsa vaksin memang hanya enam bulan saja.

Menurutnya, pemerintah saat ini harus kejar-kejaran dengan masa kedaluwarsa vaksin Covid-19, baik Sinovac maupun AstraZeneca.

"BPOM memang melakukan seleksi ketat terhadap masa kedaluwarsa Sinovac ini, seharusnya 1-2 tahun jadi 6 bulan. Namun itu sejatinya disadari sejak awal, sehingga percepatan vaksinasi itu memang sangat penting," ujarnya.

Hermawan menjelaskan masa kedaluwarsa vaksin dihitung sejak waktu produksi. Sinovac diproduksi di China pada Oktober-November 2020. Vaksin tersebut baru didatangkan pada akhir Desember 2020. Sementara vaksinasi Covid-19 baru terlaksana pada 13 Januari 2021 lalu.

"Itu sudah terlambat saya kira, launch di 13 Januari, padahal diproduksi dihitung ya Oktober-November 2020 itu," katanya.

Meskipun demikian, Hermawan menyebut pemerintah harus tetap fokus pada tes, telusur, dan tindak lanjut (3T). Menurutnya, lewat 3T, pemerintah bisa memetakan dengan mudah kelompok prioritas yang mendapatkan vaksin.

Ia menilai 3T merupakan langkah utama dalam mengendalikan penyebaran virus. Sementara vaksinasi hanya upaya pendukung menekan penularan virus corona lantaran antibodi vaksin masih belum dapat dipastikan mampu bertahan berapa lama.

Oleh sebab itu, kata Hermawan, efek vaksinasi akan menguap begitu saja apabila tidak dibarengi strategi 3T yang terbukti menjadi senjata ampuh negara-negara lain dalam mengendalikan pandemi covid-19.

"Semakin bagus 3T semakin mudah untuk mendefinisikan kasus prioritas untuk vaksinasi. Vaksinasi merupakan upaya pendukung, yang paling penting hingga saat ini 3T," ujarnya.

Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjamin pemerintah tidak akan pernah memberikan vaksin virus corona (Covid-19) kedaluwarsa terhadap penduduk Indonesia.

Pemerintah, lanjut Nadia, akan maksimal melakukan percepatan vaksinasi guna mengejar masa kedaluwarsa vaksin.

Saat ini, vaksin Sinovac gelombang pertama sebanyak 1,2 juta dosis akan habis masa kedaluwarsa pada 25 Maret 2021. Sementara 1,8 juta dosis vaksin Sinovac gelombang dua dan 1,1 juta vaksin AstraZeneca habis Mei 2021.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah memang mengendalikan laju vaksinasi Covid-19 untuk menjaga ketersediaan vaksin. Menurutnya, Indonesia sampai saat ini masih kekurangan vaksin.

"Tantangannya kita enggak bisa vaksin cepat-cepat. Karena kalau cepat, habis, nanti protes. Jadi, harus diatur laju vaksinasinya," kata Budi dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, 2 Maret lalu.

(fra/khr/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER