Baru sebulan nama Vaksin Nusantara ramai dibahas khalayak publik, jalan vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terancam kandas sebelum bisa digunakan untuk mengatasi pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Sejauh ini, tim peneliti Vaksin Nusantara berhenti sementara melakukan pengembangan karena ingin memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terlebih dahulu. Diketahui, BPOM masih belum mengizinkan Vaksin Nusantara masuk uji klinis tahap II.
"Iya (penelitian dihentikan), menunggu dari BPOM, karena BPOM mensyaratkan adanya CPOB dulu sebelum masuk uji klinis tahap II," kata Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Vaksin Nusantara ramai disorot publik lantaran disebut tidak memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangannya. Hal itu disampaikan Kepala BPOM Penny Lukito dalam rapat di DPR pada 10 Maret lalu.
Penny mengatakan dalam kaidah klinis pengembangan vaksin, seharusnya tim peneliti memiliki komite etik yang berasal dari tempat pelaksanaan penelitian. Komite etik itu yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan keselamatan subjek penelitian.
Namun BPOM mendapati penelitian Vaksin Nusantara dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang. Padahal komite etik penelitian vaksin berasal dari RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Selain itu, Penny juga menyinggung ada perbedaan data review uji klinis I yang dipaparkan tim uji klinis dalam rapat kerja dengan data yang diberikan BPOM kepada Kementerian Kesehatan dan tim peneliti sebelumnya.
Uji klinis I Vaksin Nusantara sendiri sudah rampung dilakukan terhadap 30 orang relawan sejak 12 Oktober 2020. BPOM pun telah melakukan review terhadap tahapan tersebut.
"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan pada BPOM, dan kami sudah melakukan evaluasi," tuturnya.
Dalam rapat yang sama, Terawan meyakinkan bahwa Vaksin Nusantara aman digunakan untuk segala jenis penyakit bawaan. Ia pun berharap besar pada dukungan dari BPOM dan Kementerian Kesehatan dalam pengembangan vaksin.
Mandeknya izin dari BPOM bukan satu-satunya kontroversi yang berkaitan dengan vaksin ini. Khasiat dan efektivitas Vaksin Nusantara juga banyak diragukan oleh epidemiolog hingga Ikatan Dokter Indonesia (IDI), meskipun masih dalam tahap penelitian.
Ketika namanya mencuat ke publik, Vaksin Nusantara banyak digembar-gemborkan dengan serangkaian klaim. Anggota tim uji klinis vaksin, Jajang Edi Prayitno mengatakan antibodi Vaksin Nusantara mampu bertahan hingga seumur hidup.
Menurut penjelasan Jajang, cara kerja vaksin adalah dengan membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T. Vaksin dibangun dari sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih, yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari Sars-Cov-2.
Perusahaan farmasi yang bekerja sama dalam pengembangan vaksin, PT Rama Emerald Multi Sukses juga mengklaim Vaksin Nusantara tidak memiliki efek samping karena didesain menyasar seluruh golongan baik dari segi usia hingga penyakit penyerta atau komorbid.
Namun, Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban meminta tim uji klinis Vaksin Nusantara tak main asal klaim.
Dia mengatakan tak ada satupun pengembang vaksin virus corona di dunia yang berani mengklaim dan membuktikan daya jangkauan dan ketahanan antibodi vaksin pada tubuh manusia.
"Sebetulnya mampu bertahan seumur hidup itu yang mana buktinya? Karena sekarang kita ada di zaman evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung," katanya pada 19 Maret lalu.