Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kronologi penangkapan buron Samin Tan selaku Bos PT Borneo Lumbung Energy & Metal (BLEM).
Samin Tan ditangkap ketika berada di sebuah kafe di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (5/4).
"Tim penyidik KPK mendapat informasi dari masyarakat mengenai keberadaan tersangka yang berstatus DPO [Daftar Pencarian Orang] tersebut," tutur Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka yang sedang berada di salah satu cafe yang berlokasi di wilayah Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat dan langsung dilakukan penangkapan," lanjut dia.
Samin Tan ditangkap usai menyandang status DPO selama sekitar satu tahun. Karyoto mengatakan selama waktu tersebut pihaknya senantiasa mencari keberadaan Samin Tan termasuk dengan menggeledah sejumlah rumah di Jakarta.
"Tim penyidik KPK dengan dibantu pihak Polri terus berkoordinasi dan aktif melakukan pencarian," ujarnya.
Pada 2011 silam, Samin Tan pernah masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia versi redaksi majalah bisnis ternama yang berbasis di Amerika, Forbes.
Kasus yang menjerat Samin Tan merupakan pengembangan perkara kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I.
Saat itu, KPK menjerat mantan anggota DPR RI Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes B. Kotjo, mantan Sekretaris Jenderal Golkar, Idrus Marham, dan mantan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.
Dari sejumlah nama tersebut, hanya Sofyan yang divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Samin Tan diduga telah menyuap Eni dengan uang Rp5 miliar terkait dengan kepentingan proses pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup.
Ia meminta bantuan Eni untuk menyelesaikan masalah terminasi perjanjian karya PT Asmin Koalindo Tuhup, anak usaha PT BLEM, dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah.
Permintaan tersebut disanggupi Eni yang kemudian diduga memengaruhi pihak Kementerian ESDM. Adapun uang tersebut disinyalir digunakan untuk kepentingan suami Eni, Muhamad Al Khadziq, yang mengikuti pemilihan bupati Temanggung tahun 2018.
Atas perbuatannya, Samin Tan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ryn/kid)