Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Yayasan Harapan Kita harus menyerahkan kembali hak pengelolaan TMII kepada negara. Pratikno menyebut memberi waktu tiga bulan untuk Yayasan Harapan Kita menyerahkan berbagai laporan terkait pengelolaan TMII selama ini.
"Yayasan ini (Harapan Kita) sudah hampir 44 tahun mengelola milik negara ini, dan kami berkewajiban melakukan penataan, memberi manfaat luas ke masyarakat dan memberi kontribusi terhadap keuangan negara," kata Pratikno, Rabu (7/4).
Pratikno menyebut pihaknya juga akan membentuk tim transisi sebagai pengelola pengganti dari Yayasan Harapan Kita. Tim ini terdiri dari berbagai Kementerian dan Lembaga, juga pihak LSM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia memastikan para pekerja dan staf yang telah bekerja di TMII akan bekerja seperti biasa selama masa transisi ini. Jam operasional kawasan TMII pun tak akan mengalami perubahan.
Pratikno berharap TMII bisa menjadi kawasan culture theme park setelah pengelolaanya resmi dipegang oleh negara. Ia memastikan TMII akan tetap menjadi tempat wisata berbasis pelestarian budaya dan pengembangan budaya bangsa Indonesia.
Pratikno menyebut pihaknya akan melakukan sejumlah penataan setelah resmi menerima pengelolaan TMII. Penataan itu tentunya selain memperbaiki kualitas cagar budaya TMII juga memberi manfaat terhadap masyarakat dan negara dari sisi keuangan.
Penataan TMII kemungkinan akan sama dengan yang telah dilakukan di Gelora Bung Karno dan Taman Golf Kemayoran. Ia berharap TMII nantinya bisa menjadi salah satu ikon budaya Indonesia di mata internasional.
Lima anak Soeharto digugat oleh perusahaan konsultan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd. ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka yang digugat adalah Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, Sigit Harjojudanto dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara:244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL, Mitora juga menggugat Yayasan Purna Bhakti Pertiwi.
Selain gugatan kepada Keluarga Cendana, Mitora juga turut menggugat Soehardjo Soebardi, pengurus Museum Purna Bhakti Pertiwi, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat dan Kantor Pertanahan Jakarta Timur.
Dalam petitum gugatan yang dikutip dari website PN Jakarta Pusat, Mitora meminta pengadilan untuk menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Mitora meminta pengadilan menyita Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu serta tanah berikut bangunan di Jalan Yusuf Adi Winata No. 41, Jakarta Pusat. Museum Purna Bhakti Pertiwi juga menyimpan barang-barang peninggalan Soeharto.
Mitora juga meminta pengadilan agar menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kewajiban Rp84 miliar serta kerugian immateriil sebesar Rp500 miliar.
(khr/fra)