Mabes Polri mengimbau agar masyarakat tak hanya berkomentar soal penyidikan perkara kasus dugaan pembunuhan di luar jalur hukum (unlawful killing) empat Laskar FPI di Jalan tol Jakarta-Cikampek akhir tahun lalu.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan lebih baik masyarakat menjabarkan bukti dan membantu kepolisian dalam menangani perkara itu.
"Sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah itu keterangan saksi, juga keterangan dan petunjuk. Kami juga masih membuka ruang bagi siapapun yang memberikan keterangan," kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (7/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, selama ini banyak komentar liar yang ada terkait peristiwa tersebut. Namun, sebenarnya menurut dia hal tersebut tak dapat dipertanggungjawabkan.
Ramadhan mengatakan di mata hukum, komentar-komentar masyarakat tersebut nantinya tak dapat dijadikan sebagai barang bukti. Oleh sebab itu, kata dia, hal tersebut tak akan berpengaruh terhadap penyidikan.
"Siapapun yang ingin melibatkan diri membantu Polri dalam pengungkapan ini kami terbuka," ujar Ramadhan.
"Tetap aturan dan dasarnya Undang-undang. Jadi bukan yang komen liar ataupun memberikan komentar yang tidak bertanggung jawab," tambah dia.
![]() |
Sebagai informasi, setidaknya sudah ada tiga tersangka yang dijerat kepolisian dalam perkara itu. Mereka merupakan polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya.
Hanya saja, salah satu polisi berinisial EPZ telah meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal awal Januari kemarin. Sehingga, penyidikan terhadapnya dihentikan.
Sementara, polisi masih belum membeberkan nama dua nama tersangka lainnya kepada publik.
"Nanti akan disampaikan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono kepada wartawan, Rabu (7/4).
Polisi belum menahan dua rekan EPZ yang terlibat dalam bentrokan itu meski mereka terancam 15 tahun penjara. Pasalnya, mereka dijerat atas dugaan pembunuhan.
"[Pasal sangkaan] Tetap seperti kemarin Pasal 338 Jo Pasal 351 KUHP," kata Rusdi.
Adapun bunyi Pasal 338 adalah, 'Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun'.