Terkait tudingan polisi tersebut, sejumlah eks pengurus ormas tersebut pun menegaskan bahwa Front Pembela Islam (FPI) telah dibubarkan pemerintah. Sehingga, setiap temuan-temuan yang ada sudah tidak dapat dikaitkan dengan ormas itu.
"FPI udah bubar. Jadi enggak mau komentar terkait hal itu," kata Eks Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar kepada wartawan, Selasa (30/3).
Namun, ia mengakui salah satu terduga teroris yang ditangkap di Condet, HH, pernah menjadi anggota FPI Jaktim yang kemudian dipecat pada 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan pemecatan itu terlampir dalam surat keputusan Dewan Tanfidzi Wilayah FPI Jakarta Timur dengan nomor: 005/SK-DPW FPI/RABIUL AWAL/1439 H tentang Personalia Pengurus DPW FPI Jakarta Timur periode 2015-2020.
"Ini bukti HH sudah dipecat FPI dari 2017," kata Aziz, Senin (5/4).
Senada, eks kuasa hukum FPI Achmad Michdan meminta semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah terkait kasus terorisme yang diduga melibatkan FPI ini. Meskipun, kata dia, aparat mengklaim menyita bukti berupa atribut FPI.
"Enggak bisa kalau kemudian atribut-atribut itu langsung dituduhkan atau disangkakan kepada organisasi. Kecuali jelas kemudian dapat dibuktikan pemiliknya adalah anggota," kata Michdan.
Pakar hukum pidana dari UI, Mardjono Reksodiputro, dalam bukunya Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP sebagai bagian dari hak-hak warga negara dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (1995), menyebut bahwa unsur-unsur dalam asas praduga tak bersalah tersebut merupakan asas utama perlindungan hak warga negara dalam proses hukum yang adil.
Jika asas praduga tak bersalah tersebut tidak diterapkan selama proses peradilan, tersangka dan terdakwa, atau terduga teroris dalam konteks kasus terorisme, tidak akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia.
![]() |
Pengamat terorisme Sidney Jones menyebut sejauh ini kasus yang terlihat adalah para mantan anggota FPI yang kemudian bergabung dengan kelompok jaringan teroris.
Awal tahun 2015 lalu, ungkapnya, sempat terjadi pembaiatan massal di maskar FPI Makassar untuk bergabung dengan kelompok pro Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) yang dipimpin oleh seseorang bersama ustaz Basri.
Pembaiatan massal itu juga turut diikuti oleh orang-orang yang pernah tergabung dalam kelompok Darul Islam, Laskar Jundullah, dan lainnya.
Tiga bulan setelah pembaiatan itu, FPI mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak terkait dengan ISIS dan meminta anggota yang berbaiat kepada ISIS untuk keluar.
"So, saya kira itu agak keliru dan tidak tepat kalau FPI dicap organisasi teroris," ucap dia, Selasa (30/3).
Ia pun menyebut kegiatan FPI secara umum lebih bersifat premanisme, atau hanya memakai senjata sederhana, seperti batu hingga senjata tajam, dan tak bisa disebut sebagai terorisme.
"Pada umumnya apa yang mereka lakukan tidak bisa dikategorikan sebagai terorisme," kata dia.
(mjo/arh)